Oleh: Lalu Niqman Zahir │
KPU melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tertanggal 26 Januari 2024 telah menetapkan jadwal pemilihan kepala daerah di aras (level) provinsi dan kabupaten/kota serentak tahun 2024 akan dilaksanakan dengan pemungutan suaranya yang berlangsung serentak pada Rabu, 27 November 2024. Pada tanggal 27 November-16 Desember 2024 akan dilakukan penghitungan suara dan hasil rekapitulasi hasil penghitungan. Dan akan ditetapkan pemenang Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
Rakyat tentu mengharapkan pimpinan daerah yang terpilih nanti dapat mensejahterakan masyatakat dan meningkatkan kemajuan daerah. Bagaimana agar terpilih pemimpin yang seperti itu di zaman digital yang serba tak menentu dan berorientasi kebendaan (materialisme) serta keduniawian? Agar dapat memimpin di zaman tersebut, maka diperlukan pemimpin daerah yang memenuhi kriteria propethic leadership atau kepemimpinan profetik atau kenabian.
Apa itu Propethic Leadership?
Prophetic leadership atau kepemimpinan profetik adalah konsep kepemimpinan yang meniru sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, terutama dalam memimpin masyarakat Islam selama hampir 24 tahun. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai daerah yang tidak harus didominasi oleh umat Islam, karena konsep kepemimpinan ini dapat belaku secara umum. Sifat-sifat yang menjadi karakter utama kepemimpinan profetik adalah: Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh.
Fathonah artinya cerdas, mampu memahami masalah dengan cepat dan tepat. Di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) adalah era yang ditandai dengan perubahan yang cepat dan sulit diprediksi. Pemimpin yang cerdas merupakan pemimpin yang secara cerdas dapat memahami dan mengantisipasi situasi yang terjadi secara lincah/gesit dengan memberikan solusi yang kreatif dan inovatif dan dapat diimplementasikan serta memberikan hasil yang baik bagi masyarskat. Istilah VUCA berasal dari teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Warren Bennis dan Burt Nanus pada tahun 1987. Teori ini awalnya digunakan untuk menggambarkan situasi politik-keamanan yang berubah cepat di era 1990-an. Dalam era VUCA, pemimpin yang cerdas dapat mengajak masyarakat dan stakeholder lainnya untuk dapat beradaptasi dengan cepat dan terus berinovasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi era VUCA, di antaranya: 1. Membangun citra daerah yang baik melalui budaya kerja pemimpin dan masyarakat yang baik; 2. Mengelola informasi dan teknologi untuk membantu pemerintah daerah dan masyarakat menghadapi tantangan; dan 3. Membangun kemampuan dan soft skills, seperti leadership skills, management skills, dan self promotion skills.
Amanah artinya terpercaya, bisa mengemban tanggung jawab, dan mengelola anggaran dengan baik. Pemimpin yang amanah tentunya tidak menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan partainya. Pemimpin yang amanah juga akan bersikap sebagai pelayan masyarakat, bukan malah meminta dilayani oleh masyarakatnya.
Shiddiq artinya pemimpin yang berintegritas, memiliki kejujuran yang tinggi, dan apa adanya. Kondisi saat ini banyak pemimpin yang tidak jujur. Juga untuk menutupi keburukannya seringkali membuat pencitraan yang berlebihan. Pencitraan atau personal branding yang berlebihan. Sehingga seperti jauh panggang dari api. Pemimpin yang jujur dan amanah sangat diidam-idamkan bukan hanya untuk aras (level) daerah tapi juga nasional. Hal ini dikarenakan Indonesia menurut Transperancy International, merupakan negara pengidap penyakit korupsi yang akut. Nilai Indeks Persrpsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 sampai dengan 2024 hanya sebesar 34 dari nilai tertinggi 100. Nilai tersebut merupakan nilai terendah di negara-negara ASEAN. Bukan hanya kondisi korupsi yang buruk tapi juga kondisi kolusi dan nepotisme. Bahkan saat ini ada gejala membangun dinasti politik yang tidak baik.
Tabligh artinya mengkomunikasikan dengan seksama, dengan tutur kata santun, bahasa yang teratur dan sistematis. Pemimpin yang santun akan berkomunikasi politik secara santun dan dihormati dan disegani oleh masyarakat dan lawan-lawan politiknya.
Pemilih yang Cerdas
Masyarakat dalam menghadapi pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 juga harus cerdas untuk memilih pemimpin yang memiliki kepemimpinan profetik. Jangan hanya tergoda dengan jumlah uang yang disodorkan, tapi harus ingat bahwa pemimpin daerah tersebut harus dapat mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan kemajuan daerah selama lima tahun ke depan. Salah pemimpin akan menderita selama lima tahun ke depan. Sebagai umat yang beragama sebaiknya sebelum memilih meminta petunjuk kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Pemimpin adalah Cerminan dari Masyarakatnya
Bukan hanya pemimpin yang harus memiliki kepemimpinan profetik, tapi juga masyarakat. Karena pemimpin adalah cerminan dari masyarakatnya. Hal ini juga sesusi dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi menyatakan, ‘’Sebagaimana keadaan kalian, seperti itulah pemimpin kalian’’. Hadits tersebut di atas memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam, yang menyatakan bahwa pemimpin yang baik muncul dari masyarakat yang baik. Sebaliknya, kondisi masyarakat mencerminkan kualitas kepemimpinan mereka. Jadi kalau pemimpinnya buruk berarti masyarakatnya buruk. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemimpin yang memiliki kepemimpinan profetik, masyarakat juga harus mengubah dirinya harus berkelakuan fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh.(*)
Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik dan saat ini sebagai Plh Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)