Oleh: Lalu Niqman Zahir │
Sumber daya manusia (SDM) memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan, baik dari sisi pelaku maupun sasaran pembangunan. Jadi, SDM memiliki posisi sentral dalam pembangunan. Apalagi kalau menggunakan konsep pembangunan berpusat kepada manusia dari David Korten (1984) menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan.
Dari sisi pelaku pembangunan, peran SDM sekurang-kurangnya adalah sebagai faktor produksi, pembuat inovasi, dan pasar. Sebagai faktor produksi, SDM berperan sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja bukan hanya dilihat dari sisi jumlah dan kondisi fisiknya, namun dari kualitas intelektualitasnya. Apalagi di Era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0 atau seringkali disebut juga dengan Era Digital, peran modal intelektual (SDM berpikir) lebih penting dari sisi fisik (SDM otot). Artinya, yang dibutuhkan untuk pembangunan saat ini dan mendatang adalah kualitas modal manusia daripada kuantitas. Perkembangan SDM sebagai faktor produksi yang dibutuhkan dalam pembangunan harus diantisipasi. Apabila tidak, maka daya saing SDM-nya akan rendah.
SDM yang berkualitas adalah merupakan salah satu syarat untuk menciptakan inovasi. Inovasi inilah yang akan meningkatkan produktivitas, dan lebih lanjut akan meningkatkan daya saing produk barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu daerah/wilayah. Pemerintah daerah harus dapat menciptakan ekosistem inovasi yang baik, sehingga akan tercipta inovasi-inovasi yang dapat mendorong perekonomian dan tingkat kesejahteraan lebih cepat.
Ukuran pasar (market size)ditentukan oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Semakin tinggi jumlah penduduk dan daya beli penduduknya, maka semakin besar ukuran pasarnya, demikian juga sebaliknya. Dari dua faktor tersebut, daya beli memiliki kekuatan yang lebih besar dari jumlah penduduk. Jadi, walaupun jumlah penduduknya besar tapi daya belinya rendah, karena penduduknya miskin, maka ukuran pasarnya juga kecil.
Sebagai kelompok sasaran, maka sumber daya manusia atau penduduk juga harus diperhatikan. Karena hasil pembangunan harus bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Dalam hal pemerintah harus mempunyai afirmasi atau keberpihakan, bahwa sebagian besar hasil pembangunan harus dinikmati oleh rakyat banyak, bukan hanya segelintir pengusaha besar atau penguasa saja.
Profil SDM NTB
Jumlah penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2023 sebesar 5.560.287 jiwa. Distribusi penduduk tidak merata, karena sebesar 3.933.772 jiwa atau sebesar 70,75 % ada di Pulau Lombok dan sisanya sebesar 1.626.515 jiwa atau sebesar 29,25 % berada di Pulau Sumbawa. Padahal, luas Pulau Sumbawa 15.448 km persegi atau 76,55 % dari total luas Provinsi NTB, sedangkan Pulau Lombok hanya sebesar 23,45 %.
Dari segi pendidikan. Rerata Lama Sekolah (RLS) pada tahun 2024 hanya mencapai 7,87 tahun. Angka ini berada di bawah RLS nasional yang mencapai 8,85 tahun. Apabila RLS dibandingkan antar kabupaten dan kota di Provinsi NTB, maka RLS terendah ada di Kabupaten Lombok Utara sebesar 6,4 tahun. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Lombok Tengah sebesar 6,73 tahun dan Lombok Barat sebesar 6,88 tahun. Sedangkan RLS tertinggi berada di Kota Bima sebesar 10,96 tahun dan diikuti oleh Kota Mataram sebesar 9,58 tahun dan Kabupaten Dompu sebesar 8,99 tahun.
Dari sisi penduduk miskin, persentase penduduk miskin Provinsi NTB sebesar 12,81 % yang berada di atas kemiskinan nasional yang mencapai 9,03 %. Kantong-kantong kemiskinan di Provinsi NTB berada di Kabupaten Lombok Utara sebesar 23,96 %, yang diikuti oleh Kabupaten Lombok Timur sebesar 14,51 % dan Kabupaten Bima sebesar 13,88 %. Khusus untuk Kabupsten Lombok Utara, jumlah penduduk miskin berkorelasi positif dengan rendahnya RLS.
Daya beli masyarakat, yang diukur dari pengeluaran per kapita yang disesuaikan, Provinsi NTB pada tahun 2024 hanya sebesar Rp 11.606.000/kapita/tahun. Nilai ini berada di bawah rerata nasional yang mencapai Rp 12.351.000/kapita/tahun. Daya beli masyarakat tertinggi berada di Kota Mataram sebesar Rp 16.514 000/kapita/tahun. Sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Bima dan Dompu masing-masing sebesar Rp 9.418.000/kapita/tahun dan Rp 9.971 000/kapita/tahun.
Dari profil sosial ekonomi SDM di Provinsi NTB masih di bawah rata-rata nasional.
Peningkatan Kapasitas SDM
Distribusi SDM di Provinsi NTB tidak merata. Pulau Sumbawa yang luas hanya didiami oleh penduduk yang sedikit. Maka, ada beberapa kebijakan agar distribusi penduduk merata, yaitu:
- Menggandeng swasta untuk mengembangkan pusat-pusat ekonomi/pertumbuhan baru di Pulau Sumbawa. Dengan adanya pusat-pusat ekonomi baru ini maka diharapkan adanya migrasi alamiah ke Pulau Sumbawa; dan
- Membngun kawasan transmigrasi baru di Pulau Sumbawa. Calon transmigran sebagian besar dari Pulau Lombok dan juga sebagian lagi dari Pulau Jawa. Instrumen transmigrasi ini dapat dikombinasikan dengan kerjasama dengan swasta dengan pola inti plasma.
Dengan dikembangkannya pusat-pusat ekonomi/pertumbuhan baru, maka kesejahteraan masyarakat NTB meningkat dan kesenjangan antar wilayah menurun.
Kondisi SDM Provinsi NTB perlu ditingkatkan agar dapat bekerja dengan layak dan meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM menjadi suatu keniscayaan. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM dapat melalui pendidikan formal/non-formal dan pelatihan.
Pemerintah Provinsi NTB dan kabupaten/kota sampai desa harus mengutamakan alokasi anggarannya untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM.
Pembenahan infrastruktur SDM, peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan dan tenaga pengajar serta tenaga kependidikan agar menjadi prioritas utama dalam peningkatan SDM. Semoga kepala daerah terpilih di aras (level) provinsi dan kabupaten/kota punya crash program untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM ini.(*)
Penulis adalah Pengamat Sosial Ekonomi dan saat ini sebagai Plh Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)