JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Modantara mengapresiasi aksi penyampaian pendapat yang dilakukan oleh sejumlah mitra pengemudi hari ini, Selasa (20/5/2025). Aksi hari ini sekaligus menjadi pengingat bahwa sektor mobilitas dan pengantaran digital adalah bagian vital dari kehidupan masyarakat modern.
Wacana pemaksaan komisi 10% dan reklasifikasi mitra menjadi pegawai tetap bukan hanya berisiko, namun bisa menghentikan denyut ekonomi digital Indonesia. Menyikapi hal ini, Modantara menegaskan posisi industri secara lugas, adil, dan berbasis kepentingan jangka panjang: Niat baik tidak boleh berubah menjadi krisis baru.
“Kami memahami keresahan mitra, namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik. Ekosistem ini terbukti jadi bantalan sosial saat krisis. Oleh karenanya, kebijakan yang mengaturnya harus berpijak pada data dan mempertimbangan dampak jangka panjang,” kata Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha.
1. Komisi 10% Bukan Solusi Universal
Komisi tidak bisa diseragamkan seperti tarif parkir. Industri ini bergerak dinamis dan bertumbuh tanpa aturan yang kaku dan seragam. Batasan atas 10% komisi platform akan memaksa beberapa platform untuk mengubah model bisnisnya secara sangat signifikan dan mendadak. Wacana ini terdengar sederhana, namun efeknya bisa kompleks, sistemik, dan mengancam kestabilan ekonomi.
Setiap platform memiliki model bisnis yang berbeda dengan tawaran komisi yang berbeda-beda, menyesuaikan dengan segmentasi layanan, target pasar, inovasi teknologi, dan kebutuhan mitra. Sehingga mitra memiliki pilihan untuk memilih layanan dengan platform fee sesuai kebutuhan tanpa harus memaksa penyeragaman.
Pemaksaan komisi tunggal dapat:
● Menghambat inovasi layanan dan program pemberdayaan mitra
● Mengancam keberlangsungan layanan, khususnya di area dengan margin rendah
● Mendorong efisiensi berlebihan yang berdampak ke kualitas pelayanan konsumen
2. Reklasifikasi Mitra = Hilangnya Pekerjaan
Ketika niat melindungi justru membuat jutaan mitra kehilangan akses kerja fleksibel, kita perlu berhenti dan bertanya: siapa sebenarnya yang terlindungi?.
Gagasan menjadikan seluruh mitra pengemudi sebagai karyawan tetap mungkin terdengar mulia, tapi realita di lapangan berkata lain. Jika skema reklasifikasi mitra diberlakukan, data menunjukkan lebih dari 1,4 juta pekerjaan bisa hilang, dan PDB Indonesia berisiko turun hingga 5,5% (Svara Institute, 2023).
Berdasarkan kajian dan pengalaman Internasional, pengubahan status mitra menjadi karyawan penuh waktu secara massal berpotensi:
● Menghapus 70–90% lapangan kerja di sektor ini (Svara Institute, 2023).
● Menurunkan PDB hingga Rp 178 triliun, dengan potensi 1,4 juta orang kehilangan penghasilan.
● Mengakibatkan kenaikan harga layanan hingga 30%, (terjadi di Inggris dan Spanyol).
● Memukul keras UMKM yang sangat tergantung pada pengantaran instan.
3. Penyesuaian Tarif: Harus Adil, Realistis, dan Berbasis Data, Bukan Tekanan
Kita harus memperhatikan biaya operasional dan taraf hidup mitra, namun tarif yang terlalu tinggi akan menurunkan minat konsumen, percuma tarif yang tinggi namun yang beli tidak ada,” katanya.
Modantara mendukung peningkatan kesejahteraan mitra, keberadaan mitra yang sejahtera akan menopang perkembangan industri yang sehat, namun dalam setiap kebijakan yang dibuat, sudah seharusnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempertimbangkan berbagai faktor seperti:
● Daya beli konsumen di berbagai daerah
● Variasi biaya operasional kendaraan dan kondisi daerah
● Potensi pengurangan layanan di wilayah non-komersial jika tarif dipaksakan terlalu tinggi
4. Regulasi Tarif Pengantaran Makanan dan Barang Jangan Disamakan
Cara kerja, kecepatan, dan fungsi pengiriman ODS dengan logistik konvensional sangat berbeda, menyeragamkan tarif akan membatasi inovasi dan membunuh industri perlahan.
Sektor pengantaran barang dan makanan berbasis digital (On-Demand Service/ODS) tumbuh di luar kerangka regulasi yang sudah tidak relevan. Saat ini, layanan ini masih berada di bawah payung UU Pos No.38/2009, sebuah regulasi yang disusun untuk era logistik konvensional, bukan untuk layanan cepat, dinamis, dan berbasis aplikasi seperti sekarang.
● Modantara mendorong peninjauan ulang ekosistem regulasi secara menyeluruh, termasuk kejelasan lintas kementerian dan lembaga yang berwenang
● Regulasi tarif harus mengakui kenyataan bahwa ODS beroperasi dengan skema kendaraan dan jenis layanan yang beragam, dari sepeda motor hingga van logistik, dengan kompleksitas waktu dan jarak, serta permintaan yang sangat fluktuatif.
5. Pendapatan Minimum: Baik di Atas Kertas, Berisiko di Lapangan
Modantara menghargai semangat untuk meningkatkan kesejahteraan mitra. Namun pemberlakuan pendapatan minimum (misalnya setara UMR) tanpa mempertimbangkan dinamika pasar digital berisiko besar:
● Platform akan terpaksa membatasi rekrutmen mitra baru, bahkan mungkin mengurangi jumlah mitra aktif saat ini
● Biaya layanan akan terpaksa naik, membuat pelanggan enggan menggunakan layanan, terutama di daerah dan kota terpencil
● Platform berpotensi meninggalkan wilayah operasi yang dianggap tidak ekonomis, memperlebar ketimpangan layanan antar daerah.
Alih-alih pendekatan seragam, Modantara mendukung pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif, seperti:
● Akses pembiayaan ringan melalui skema UMKM
● Insentif bebas parkir, pembebasan PPN dan bea masuk onderdil kendaraan
● Optimalisasi perlindungan sosial lewat BPJS dan pelatihan wirausaha
Pemaksaan kebijakan ketenagakerjaan (seperti reklasifikasi mitra menjadi karyawan platform atau memaksakan pemberian manfaat setara karyawan) pada sektor mobilitas dan pengantaran digital dapat memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia, termasuk menurunnya pendapatan jutaan UMKM yang bergantung pada platform digital serta meningkatnya pengangguran. Kebijakan ini akan menghilangkan kemampuan platform digital sebagai bantalan ekonomi nasional. Efek domino dari kebijakan ini termasuk memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional, menimbulkan gejolak sosial politik, dan turunnya kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri, terutama di masa perekonomian dunia yang menantang saat ini.
Saat ini Industri ojol, taksol, dan kurier online (kurol) berkontribusi sebesar 2% PDB (ITB, 2023). Perubahan status menjadi karyawan akan mengakibatkan:
● Hanya sebagian kecil dari mitra pengemudi yang bisa terserap (diperkirakan hanya 10-30% mitra yang terserap, atau 70-90% tidak memiliki pekerjaan)
● Penurunan aktivitas ekonomi digital yang berujung pada penurunan PDB sebesar 5.5% dan 1.4 juta orang kehilangan pekerjaan (Svara, 2023)
● Dampak total pada perekonomian Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 178 triliun, yang mencakup efek lanjutan di sektor lain
Dampak Ekonomi Langsung:
● Pelanggan Kehilangan Akses
○ Konsumen yang mengandalkan delivery karena keterbatasan mobilitas (misalnya orang tua,penyandang disabilitas, atau mereka yang tinggal jauh dari pusat kota) akan sangat terdampak.
○ Jika layanan delivery mencakup makanan, obat-obatan, atau kebutuhan pokok, maka risiko krisis logistik bisa meningkat, apalagi di daerah terpencil atau saat ada bencana/krisis.
● Penurunan Pendapatan
○ Banyak UMKM menggunakan layanan pengantaran dan mobilitas digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas dari sekedar area mereka beroperasi. Tanpa platform, bisnis mereka bisa stagnan atau bahkan rugi.
○ Dengan adanya reklasifikasi mitra sebagai pegawai, ada potensi untuk menekan platform pengantaran digital untuk menaikan harga yang dibebankan kepada pengguna layanan. Ini dapat berdampak pada naiknya beban operasional yang lebih besar bagi pengguna terutama UMKM.
○ Bisnis yang sangat bergantung pada pengantaran digital seperti restoran, supermarket, apotek, dan e-commerce akan mengalami penurunan penjualan drastis.
○ UMKM yang tidak punya outlet fisik kuat atau tidak punya banyak pelanggan setia akan lebih terdampak:
■ Restoran yang hanya beroperasi secara online akan kehilangan jalur utama penjualan dan hanya dapat bergantung pada area penjualan dimana outlet fisik berada.(arz)