Oleh: Lalu Niqman Zahir │
SEBELUM membahas pemerekan kembali wilayah Provinsi NTB, alangkah baiknya kita mengenal istilah merek, apakah itu merek barang dan jasa, maupun merek negara atau wilayah atau tempat. Konsep tentang merek (brand) secara tradisional diasosiasikan dengan korporasi dan produk barang dan jasa yang diproduksinya dengan konsumen atau pasar B to B. Tetapi sekarang konsep tersebut juga digunakan untuk membentuk citra suatu negara/wilayah/tempat.
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau disain atau kombinasi dari yang telah disebutkan dari barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual atau grup penjual. Sedangkan Merek negara/wilayah tempat (nation/region/place brand) adalah pembentukan citra baik di internal maupun eksternal untuk suatu negara/wilayah/tempat berdasarkan nilai-nilai dan persepsi yang positif dan relevan.
Apakah merek suatu negara/wilayah/tempat menjadi masalah? Ini ada satu contoh yang menarik. Pantai Gading adalah negara yang menguasai pangsa pasar dunia untuk biji kopi (nomor 3) dan kakao (nomor 1). Sedangkan Kolombia hanya memiliki pangsa pasar kopi dunia yang kecil, tetapi harganya premium, sedangkan harga kopi dari Pantai Gading, harganya rendah. Penyebabnya karena kualitasnya rendah dan persepsi orang tentang pengolahan kopi di Pantai Gading. Tanpa merek yang kuat, kopi dari Pantai Gading di bawah tekanan pasar yang akan mengakibatkan rendahnya penerimaan dan mengakibatkan kurangnya penyerapan investasi dan tenaga kerja. Sedangkan untuk Kolombia, dengan tingginya penerimaan, akan meningkatkan investasi dan penyerapan tenaga kerja.
Di era globalisasi, merek negara/wilayah/tempat menjadi suatu hal yang penting dalam rangka meningkatkan daya saing negara/wilayah/tempat tersebut. Karena seringkali barang dan jasa yang diproduksi suatu negara/wilayah/tempat hampir sama dengan produksi barang dan jasa dari negara/wilayah/tempat lainnya. Dengan adanya merek negara/wilayah/tempat yang meningkatkan citra positif dari negara/wilayah/tempat tersebut, maka daya saing produk barang dan jasanya juga meningkat.
Perbedaan Merek Produk dan Merek Wilayah
Sejarah pemerekan negara dapat ditelusuri kembali ke tahun 1960-an, ketika ‘’efek negara asal’’ dipelajari. Efek ini mengacu pada bagaimana persepsi konsumen terhadap karakteristik suatu negara, seperti sejarah, politik, dan ekonominya, menciptakan citra keseluruhan untuk produk-produk negara tersebut. Istilah ‘’nation branding’’ dicetuskan pada tahun 1998 oleh Simon Anholt, seorang penasihat pemasaran dan kebijakan asal Inggris. Tujuan Anholt adalah untuk mengukur dan meningkatkan reputasi suatu negara dengan berfokus pada karakteristiknya yang khas. Praktik nation branding telah ada jauh lebih lama daripada istilah itu sendiri. Bangkitnya negara-bangsa pada abad ke-19 menyebabkan persepsi ‘’masyarakat’’ menjadi elemen penting nation branding. Setelah berkrmbangnya pemerekan negara kemudian berkembang pemerekan wilayah, yaitu wilayah yang lebih kecil dari negara (provinsi atau kabupaten/kota) bahkan ke pemerekan tempat (satu atau beberapa desa, bahkan lebih kecil dari desa).
Lalu apa perbedaan antara merek negara/wilayah/tempat (disingkat merek wilayah) dengan merek produk barang dan jasa (disingkat merek produk)? Berikut adalah beberapa perbedaannya:
- Merek wilayah tidak menawarkan apapun. Sedangkan merek barang dan jasa menawarkan produk dan layanan;
- Manfaat merek wilayah murni hanya emosional. Sedangkan merek produk memberikan manfaat secara emosional dan fungsional;
- Citra untuk merek wilayah bersifat rumit, beragam dan samar.Namun ujung dari pencitraan tersebut dalam rangka memberikan citra positif bagi produk unggulan yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan merek produk citranya bersifat sederhana dan jelas;
- Merek wilayah memiliki asosiasi yang bersifat sekunder, banyak dan beragam. Sedangkan merek produk asosiasinya primer dan sekunder, relatif lebih sedikit, dan lebih spesifik;
- Merek wilayah bertujuan untuk meningkatkan reputasi/citra. Sedangkan merek produk untuk membantu meningkatkan penjualan dan mengembangkan hubungan dengan konsumen;
- Dimensi pada merek wilayah mencakup politik, keamanan, ekonomi dan sosial budaya. Sedangkan pada merek produk lebih ditekankan kepada Dimensi ekonomi;
- Merek wilayah dimiliki oleh seluruh stakeholder sehingga terlihat tidak jelas. Sedangkan merek produk dimiliki secara tunggal oleh suatu korporasi; dan
- Audiens untuk merek wilayah adalah seluruh dunia dan beragam. Sedangkan merek produk adalah segmen yang ditargetkan.
Uraian di atas menunjukkan adanya perbedaan karakteristik antara merek wilayah dan produk. Namun demikian pada ujung merek wilayah memiliki tujuan untuk meningkatkan daya saing barang dan jasa yang diproduksinya. Dan ini sangat terkait dengan peningkatan penjualan produk barang dan jasa dari wilayah tersebut. Sehingga akan menarik investor lainnya untuk menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Rebranding NTB
Merek wilayah Provinsi NTB selama bertahun-tahun diasosiskan hanya untuk pariwisata. Sebut saja dalam beberapa tahun lalu, NTB dibrand dengan ‘’Friendly Lombok dan Pesona Sumbawa’’. Itupun masih terkait dengan pariwisata. Padahal tidak hanya potensi pariwisata, potensi NTB lainnya yang sangat besar adalah agromaritim.
Provinsi NTB memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Bukan hanya potensi pariwisata bahari, namun juga perikanan dan industri kelautan. Selain itu potensi daerahnya juga dapat dikembangkan pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Apalagi di Pulau Sumbawa masih banyak lahan-lahan bagi pengembangan sektor pertanian tanaman pangan perkebunan, dan peternakan secara terpadu. Tentunya pengembangan pertanian terpadu tidak terbatas pada bahan mentah namun sampai industri pengolahan. Sehingga nilai tambah semakin besar yang dapat dinikmati masyarakat. Sehingga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Khusus pengembangan terpadu di Pulau Sumbawa dapat dikembangkan melalui program transmigrasi dengan pendekatan klaster. Pengembangan klaster ini mengembangkan produk unggulan (agromaritim) dari hulu sampai hilir dan terkait dengan industri kreatif dan pariwisata.
Jadi, merek wilayah bukan hanya satu produk unggulan (pariwisata), namun juga dikaitkan dengan produk unggulan lainnya (agromaritim-based industry). Sehingga produk-produk unggulan yang ada di Provinsi dapat berkembang secara simultan, dan kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat semakin cepat.
Diharapkan para kepada daerah terpilih dari aras provinsi sampai kabupatebln/kota melakukan review terhadap merek wilayah yang sudah ada. Dan selanjutnya melakukan pemerekan ulang (rebranding) wilayah. Yang bukan hanya sektor pariwisata, namun produk unggulan lainnya, misalnya agromaritim.
Kiat sukses membangun Merek Wilayah
Beberapa kiat-kiat sukses untuk membuat merek wilayah, sebagai berikut:
- Jadilah berbeda dan lebih baik dari pesaing yang ada baik dalam bidang pariwisata dan agromaritim;
- Katakan yang sebenarnya tentang kondisi NTB, sehingga tidak ada dusta di antara kita;
- Pemilik merek bukan hanya pemerintah daerah, tapi juga seluruh stakeholder di NTB dan warga NTB yang ada di luar NTB;
- Setiap warga adalah duta daerah NTB, sehingga setiap warga yang kuat dari wilayah NTB, dapat menyampaikan nilai’-nilai positif dan produk unggulan dari NTB:
- Seluruh stakeholder agar tetap bersemangat tentang segala apapun yang terjadi dengan merek wilayahnya. Karena membangun Merek Wilayah memerlukan waktu lama, antara 5 sampai 20 tahun;
- Menunjuk duta daerah yang memiliki citra positif dan sesuai budaya NTB, serta memikirkan jejaring secara nasional dan internasional; dan
- Pemuncuran logo dan atau tagline bukanlah akhir rebranding tetapi awal kerja keras, agar merek wilayah dikenal;
- Jangan pernah berpikir bahwa merek wilayah sebagai proyek; dan
- Jangan melupakan pelanggan.
Beberapa kiat di atas diharapkan dapat menyukseskan pemerekan ulang Provinsi NTB, yang bukan hanya berfokus kepada pariwisata, namun juga sektor unggulan lainnya, khususnya agromaritim dan hilirisasinya secara terpadu. Agar perkembangan kemajuan Provinsi NTB makin cepat dan rakyatnya sejahtera.(*)
Penulis adalah Pengamat Sosial Ekonomi dan saat ini sebagai Plh Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)