JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Komite IV DPD RI melaksanakan kegiatan kunjungan kerja (Kunker) dalam rangka menindaklanjuti ikhtisar hasil pemeriksaan BPK RI semester I tahun 2024 di Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Selaku Koordinator Tim Kunker Komite IV DPD RI ke BPK RI Provinsi Jabar, Jihan Fahira memberikan sambutan dengan menyampaikan bahwa DPD RI dan BPK RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan, mempunyai hubungan fungsional secara timbal balik, yaitu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI merupakan bahan bagi DPD RI untuk melaksanakan fungsi pengawasan. ‘’DPD RI dalam melaksanakan fungsi pengawasan dapat meminta kepada BPK RI untuk melakukan suatu tindakan tertentu sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan,’’ kata Jihan Fahira.
Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Novita Annakota dalam sambutannya menyebutkan bahwa untuk Provinsi Jabar, BPK RI telah memeriksa sebanyak 28 LKPD tahun 2023 yaitu 1 LKPD Provinsi Jawa Barat dan 27 LKPD Kabupaten/Kota di Provinsi Jabar. LKPD Provinsi Jabar telah memperoleh opini WTP 13 kali berturut-turut. Dari 28 LKPD 2023 di Provinsi Jabar yang diperiksa oleh BPK, terdapat 4 (empat) LKPD yang memperoleh opini WDP. Satu LKPD mengalami kenaikan opini dari WDP menjadi WTP yaitu LKPD Kabupaten Bekasi.
‘’Komite IV DPD RI ingin mengetahui kendala yang dihadapi BUMN dalam pengelolaan keuangan negara. Adanya informasi tersebut menjadi bahan dalam menyusun pertimbangan APBN sesuai kewenangan Undang-Undang yang akan disampaikan kepada DPR RI dan Pemerintah,’’ kata Novita.
Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jabar, Widhi Widayat menyatakan bahwa terdapat empat hal yang menjadi penyebab peningkatan jumlah rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti, yakni perubahan struktur organisasi, perubahan regulasi, adanya putusan hukum yang berbeda dengan rekomendasi BPK, dan keadaan kahar.
‘’Dalam hal ini, BPK RI perwakilan Provinsi Jawa Barat berupaya mendorong penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) melalui empat hal, yaitu mengagendakan pembahasan konsep rencana aksi yang jelas dan terukur, menunjuk petugas pemegang dosir untuk masing-masing Pemda, mendorong Pemda membentuk tim khusus atau mengoptimalkan peran Inspektorat dalam rangka penyelesaian TLRHP, dan melakukan pertemuan/pembahasan apabila terdapat temuan atau TLRHP yang memerlukan penjelasan,’’ kata Widhi Widayat.
Anggota Komite IV DPD RI dari Provinsi Sumatera Selatan, Amaliah menyoroti pemaparan BPK RI Perwakilan Jawa Barat terkait perbedaan komitmen kepala daerah untuk menindaklanjuti temuan BPK di tengah perubahan kepala daerah pada masa Pilkada seperti ini. ‘’Bagaimana masukan dari BPK agar pergantian kepala daerah tidak mengganggu tindak lanjut temuan BPK?. Kemudian bagaimana cara BPK RI untuk transparan dalam penentuan objek sampel pemeriksaan,’’ tanyanya.
Cerint Iralloza Tasya, Senator Sumatera Barat mengajukan pertanyaan terkait salah satu penyebab peningkatan jumlah rekomendasi yang tidak dapat ditindaklanjuti. Dalam hal ini, Anggota Komite IV DPD RI ini juga menanyakan apakah ada kekuatan dari BPK terkait hasil audit apabila ada perbedaan perhitungan kerugian negara dari peradilan.
Henock Puraro, Anggota Komite IV DPD RI dari Provinsi Papua dalam menyikapi masih banyaknya kelemahan pada pengawas internal di pemerintah daerah, mengusulkan agar adanya penguatan pemda, terutama pengawas internal. ‘’Literasi pendidikan terus-menerus terhadap pengawas internal pemda tentang pencegahan dan, terkait temuan yang ada, harus ada NSPK sehingga kita tahu tindak lanjut bisa selesai dalam kurun waktu tertentu,’’ tuturnya di dalam kunjungan kerja Komite IV DPD RI tersebut.
Selanjutnya, Henock turut menanyakan dalam konteks Pilkada seperti hari ini, apakah ada opini BPK by order. Ia juga mengusulkan adanya tata cara beracara pada BPK RI untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap entitas sehingga seluruh proses pemeriksaan kepada seluruh entitas menjadi terstandar di seluruh daerah di Indonesia.
Jupri Mahmud, Sulawesi Barat, mempersoalkan terkait belanja pemerintah daerah yang sudah terintegrasi dengan beragam aplikasi dari pemerintah pusat, termasuk aplikasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Pada konteks tersebut, ‘’Bagaimana korelasi antara penggunaan aplikasi pengelolaan APBD, yakni SIPD, dengan penurunan opini yang banyak terjadi di berbagai daerah?,’’ tanya Jupri kepada BPK RI Perwakilan Jawa Barat. Berikutnya, Jupri Mahmud juga bertanya terkait perbedaan temuan antara BPK RI dan Aparat Penegak Hukum (APH) ketika APH masuk usai pemeriksaan dari BPK, ‘’Seperti apa kekuatan hukum LHP?,’’ tanya Jupri lagi.
Rapat kunjungan kerja ini ditutup oleh Novita Annakota selaku pimpinan rapat dengan menyampaikan apresiasinya atas pemaparan serta diskusi yang berlangsung dengan BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Beliau menekankan bahwa hasil rapat kerja mengenai pengawasan atas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2024 di Provinsi Jawa Barat akan menjadi salah satu bahan dalam dokumen pertimbangan DPD RI dan ditindaklanjuti dalam rapat kerja bersama BPK RI dan instansi lainnya di tingkat pusat.(Sid)