MATARAM, LOMBOKTODAY.ID – Sebagai salah satu lokasi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), langkah Pulau Flores dalam mencapai kemandirian energi semakin nyata setelah diberlakukannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.
Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan tersebut dilaksanakan, di antaranya melalui implementasi co-firing biomassa PLTU, akselerasi pengurangan penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkitan tenaga listrik, retrofitting pembangkit fosil, pembatasan penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hingga akselerasi pengembangan variable renewable energy dan tambahan pembangkit tenaga listrik hanya dari pembangkit energi baru dan energi terbarukan.
Selain itu, regulasi yang telah ditandatangani oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, pada 10 April 2025 dan diundangkan lima hari kemudian ini memuat skema pensiun dini PLTU batu bara guna mencapai target net-zero emission (NZE) di 2060.
Permen ini menetapkan sejumlah kriteria dalam menentukan PLTU yang layak dipensiunkan, di antaranya kapasitas pembangkit, usia dan tingkat utilisasi, emisi gas rumah kaca, nilai tambah ekonomi, serta ketersediaan pendanaan dan dukungan teknologi baik dari dalam maupun luar negeri.
Pelaksanaan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU harus didahului dengan kajian yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan mencakup berbagai aspek, mulai dari teknis, hukum, komersial, hingga keuangan, termasuk sumber pendanaan. Selain itu, kajian juga harus mempertimbangkan prinsip tata kelola yang baik dan prinsip business judgement rules.
Keputusan percepatan pensiun dini juga harus memperhatikan keandalan sistem kelistrikan nasional, dampak terhadap biaya pokok penyediaan tenaga listrik, serta penerapan prinsip transisi energi berkeadilan.
Dengan demikian, sejalan dengan pelaksanaan peta jalan tersebut, semakin menggencarkan rencana pengembangan dan operasional pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), termasuk panas bumi di Flores, yang memiliki potensi sekitar 1.036 MW yang mampu mencukupi kebutuhan energi di masa depan.
General Manager (GM) PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara (UIP Nusra), Yasir, menjelaskan saat ini kapasitas pembangkit di sistem kelistrikan Flores mencapai 104,2 MW dengan beban puncak 104 MW, dan konsumsi listrik diproyeksikan tumbuh 8,26% per tahun. Maka, investasi pada energi bersih menjadi langkah penting untuk memastikan ketahanan energi berkelanjutan.
“Listrik geothermal 10 MW cukup untuk melistriki 11.000 rumah tangga dengan asumsi pelanggan rumah tangga 900 VA,” ucap GM Yasir.
Di samping listrik yang andal untuk masyarakat, kehadiran geothermal juga memberi banyak dampak positif, seperti membuka lapangan pekerjaan, mendorong pembangunan infrastruktur akses jalan, meningkatkan perekonomian, menjadi nilai tambah pariwisata, tranfser ilmu dan teknologi, pembangunan pengembangan masyarakat (PPM) di sekitar wilayah kerja, hingga menghasilkan pendapatan daerah.
Namun saat ini, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) masih menjadi pembangkit yang paling banyak digunakan pada sistem kelistrikan NTT. Sementara, target utama pengembangan listrik di NTT adalah mengurangi biaya pokok penyediaan dengan mengurangi jumlah PLTD secara bertahap.
Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025 turut mendorong penerapan program dedieselisasi, yaitu program penggantian pembangkit listrik tenaga diesel dengan pembangkit energi terbarukan dan/atau hibrida pembangkit listrik tenaga diesel dengan pembangkit energi terbarukan untuk tetap menjaga kontinuitas dan kecukupan pasokan tenaga listrik sepanjang waktu.
“Sesuai RUPTL 2021-2030, PLTD direncanakan berhenti beroperasi pada tahun 2025,” kata GM Yasir.(arz)