JURUS BERKELIT DARI TARIF TRUMP

- Jurnalis

Senin, 14 April 2025 - 06:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lalu Niqman Zahir.

Lalu Niqman Zahir.

Oleh: Lalu Niqman Zahir │

JURUS Dewa Mabuk Presiden Donald Trump dalam kebijakan proteksionisme perdagangan akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan untuk beberapa negara mungkin akan mengalami resesi. Dan tidak tertutup kemungkinan akan membuat krisis multidimensi pada beberapa negara. Apabila tidak diantisipasi dengan baik maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kepada Indonesia seperti peristiwa tahun 1998.

Fitch Ratings jauh sebelum tanggal 3 April 2025, yaitu pada tanggal 18 Maret 2025 telah memperkirakan kebijakan proteksionisme  perdagangan oleh Trump dan dampaknya terhadap pertumbuhan perekonomian dunia.

Kebijakan super proteksionisme Trump ini sudah dapat ditebak oleh banyak pihak. karena hal ini telah diumumkan pada saat kampanyenya, dan juga telah dilaksanakan pada periode pemerintahannya yang lalu. Hal ini dapat dibaca pada bukunya Victor Menaldo dan Nicolas Wittstock (2025) yang berjudul ‘’US Innovation Inequality and Trumpism’’. Buku tersebut mengulas tentang kebijakan Trump pada periode pemerintahan yang lalu terkait proteksionisme perdagangan, pembatasan arus modal dan teknologi internasional, dan subsidi untuk penyedia bahan baku Amerika dan produsen dalam negeri. Walaupun kebijakan tersebut ditolak oleh negara-negara bagian yang lebih inovatif.

Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat menjadi 2,3% tahun 2025, jauh di bawah tren dan turun dari 2,9% di tahun 2024. Pertumbuhan ekonomi akan tetap lemah pada tahun 2026, yaitu sebesar 2,2 %. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara maju yang merupakan penggerak ekonlmi dunia, maupun negara berkembang mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi AS tahun 2025 diperkirakan sebesar 1,7% dari perkiraan awal 2,1% dalam Prospek Ekonomi Global (Global Economic Outlook-GEO) Desember 2024. Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2026 menjadi 1,5% dari 1,7%. Angka-angka ini jauh di bawah tren dan turun dari pertumbuhan tahunan hampir 3% pada 2023 dan 2024. Perkiraan Fitch Ratings mungkin lebih tinggi dari yang akan terjadi pada tahun 2025 maupun 2026. Karena yang terkena tarif adalah hampir seluruh negara di dunia, kecuali yang sudah disebutkan di atas.

Indonesia dikenai tarif yang besar yaitu 32%. Tarif ini lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 24%, Filipina 17%, apalagi Singapura yang hanya 10%. Namun tarif Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand 36%, Vietnam 46%, Kamboja 49%, maupun mitra dagang utama Indonesia yaitu China sebesar 34%.

Tulisan ini menguraikan dampak pengenaan tarif terhadap perekonomian Indonesia dan strategi untuk menghadapinya.

Dampak terhadap Indonesia

Pengenaan tarif sebesar 32% terhadap Indonesia,akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung bagi perekonomian Indonesia. Hal ini karena Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama Indonesia terbesar kedua setelah China. Dampak dari pengenaan tarif tersebut antara lain adalah penurunan nilai ekspor, perlambatan pertumbuhan ekonomi, PHK, resesi, penurunan nilai tukar rupiah dan relokasi.

Ekspor Indonesia ke AS mencapai 23,25 milyar dolar AS pada tahun 2023 atau sebesar 9,0 % dari total ekspor Indonesia. Sedangkan total impor pada tahun yang sama mencapai 11,28 milyar dolar AS, atau sebesar 5,1% dari total impor. Sehingga Indonesia mencapai surplus perdagangan sebesar 11,99 milyar dolar AS. Potensi kehilangan surplus perdagangan tersebut akan berpengaruh kepada cadangan devisa.

Baca Juga :  MEREALISASIKAN NTB SEBAGAI PUSAT PETERNAKAN NASIONAL

Ekspor utama Indonesia ke AS meliputi produk hasil pertanian dan non-pertanian. Ekspor produk pertanian berupa: (1) Minyak Sawit USD 3,5 miliar; (2) Mebel dan Furnitur: USD 2,8 miliar; (3) Karet: USD 1,5 miliar; (4) Produk Perikanan: USD 1,9 miliar; (5) Kakao dan Produk Olahan: USD 600 juta; dan (6) Produk Kertas: USD 500 juta. Sedangkan ekspor produk non pertanian berupa: (1) Tekstil dan Produk Garmen: USD 1 miliar; (2) Elektronik: USD 900 juta; dan (3) Logam Mulia: USD 400 juta.

Daya saing barang Indonesia dari komoditas di atas akan rendah. Apalagi pesaing Indonesis dikenakan tarif yang rendah. Sebagai contoh minyak sawit akan menghadapi Malaysia yang hanya terkena tarif 24%, atau negara-negara penghasil minyak sawit dari Amerika Latin yang hanya dikenai tarif 10% seperti Kolombia dan Brazil. Demikian juga dengan karet dan kakao dan produk coklat akan menghadapi Malaysia, Ekuador (10%), Brazil, Ghana (10%), dan Pantai Gading (21%). Sedangkan untuk produk  perikanan akan menghadapi Chile (10%),  Filipina (17%), dan Norwegia (15%). Demikian juga dengan barang-barang non-pertanian akan menghadapi negara pesaing dengan produk sama namun dengan tarif yang lebih rendah.

Dampak yang mungkin terjadi dalam waktu dekat adalah penurunan nilai kurs rupiah yang dapat meningkatkan harga barang. Kedua hal ini dapat mendorong terjadinya inflasi.

Dampak lanjutan dalam beberapa bulan ke depan apabila barang-barang yang seharusnya diekspor ke AS, tapi tidak menemukan pasar baru, maka akan terjadi PHK besar-besaran, khususnya di industri tekstil yang daya saingnya terus menurun. PHK apabila tidak dapat diserap oleh gig economy sekalipun akan menimbulkan pengangguran, dan lebih lanjut akan menimbulkan kemiskinan.

Dampak lainnya adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi bahkan mungkin  berakibat resesi. Hal ini karena mitra ekonomi terbesar Indonesia, China. Menghadapi tarif yang tinggi. Sedangkan ekspor ke China pada tahun 2023 mencapai USD 64,93 milyar (25,1%). Apabila terjadi perlambatan pertumbuhan di China, maka akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan di Indonesia. Jadi kemungkinan terjadinya resesi di Indonesia relatif besar.

Dampak pada tahun depan adalah adanya  potensi relokasi industri tekstil, dan industri elektronik. Mereka tentunya akan mencari negara-negara yang dikenai tarif rendah. Sehingga mereka dapat memasarkannya ke AS.

Berkelit dari Pukulan Tarif

Kebijakan pengenaan tarif Trump ini dapat berlangsung lebih lama daripada Pandemi Covid-19. Juga magnitude-nya lebih besar. Oleh karena itu pemerintah harus berhati-hati dalam memilih kebijakan agar tidak jatuh ke dalam kubangan resesi ekonomi. Perang dagang ini bukan hanya masalah pemerintah, tapi masalah seluruh stakeholder termasuk pelaku usaha besar dan UMKM maupun masyarakat.

Ini bukan sekedar perang dagang maupun perang ekonomi, tapi lebih dari itu, perang geopolitik dan perang kehormatan. Bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang tentu tidak perlu takut dengan pola-pola seperti ini. Kita pernah dijajah selama 3,5 abad dan tetap bisa bertahan. Tentu kita tidak ingin dijajah lagi dalam bentuk baru (Neo-kolonialisme dan imperialisme-NEKOLIM). Kita perlu melawan dengan cara cerdas, seperti kata pepatah Jawa, menang tanpa ngasorake (menang tanpa mempermalukan lawan). Kita dapat memenangkan perang ini asalkam seluruh pihak di Indonesia bersatu, juga dengan negara-negara sahabat yang tidak mau lagi ada NEKOLIM.

Baca Juga :  PERAN GENERASI Z DALAM PEMBANGUNAN

Beberapa strategi untuk menghadapi perang dagang ini antara lain:

  1. Memperluas pasar, khususnya dari negara-negara yang tergabung dalam BRICS. Karena negara-negara utama BRICS seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan merupakan negara-negara dengan potensi pasar yang besar:
  2. Meningkatkan pasar dalam negeri. Namun seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa tarif dapat menurunkan daya beli karena adanya PHK dan lain sebagainya. Oleh karena itu pemerintah harus mampu menarik investor untuk melakukan investasi di bidang pangan, industrialisasi berbasis agromaritim, dan hilirisasi mineral dan migas.
  3. Promosi investasi disertai dengan kebijakan drastis menurunkan ekonomi biaya tinggi melalui: (1) pemberantasan korupsi secara tuntas, biarpun  konco dewe Untuk itu DPR RI harus segera menetapkan UU perampasan aset; (2) Selain itu perlu dilakukan penatakelolaan yang baik (good governance) dalam pengusahaan produk unggulan Indonesia dari mulai perizinan sampai ekspor; (3) Adanya kepastian hukum. Beberapa kasus hukum seperti hilang ditelan bumi dan tidak ada kepastiannya. Sebut saja kasus pagar laut dan 349 triliun di Kementerian Keuangan; dan (4) menghilangkan premanisme.
  4. Peningkatan efisiensi. Efisiensi anggaran (APBN/APBD) yaang telah dilakukan oleh Presiden Prabowo perlu ditingkatkan karena kondisi yang tidak menentu. Termasuk penggabungan kembali kementerian, karena selama enam bulan pemerintahan, beberapa para pembantu Presiden ini belum memberikan unjuk kerja yang optimal. Dengan perampingan kabinet, diharapkan akan bergerak lebih lincah mengantisipasi perubahan yang cepat. Selain itu menunjukkan bahwa Presiden tanggap terhadap kondisi yang berubah sangat cepat dan memerlukan efisiensi yang tinggi;
  5. Peningkatan sense of crisis, baik masyarakat, pelaku usaha, dan khususnya pemerintah. Para pejabat pusat dan daerah harus menunjukkan sense of crisislebih tinggi, bukan malah sebaliknya. Jadi pejabat saat ini bukan untuk bergaya dan mendapatkan privillege, tapi harus dengan passion, untuk mengabdi kepada rakyat dan negara; dan
  6. Seluruh stakeholderagar menjamin kondisi Indonesia aman dan stabil secara sosial, ekonomi dan politik. Tak perlu ada ribut-ribut lagi. Utamakan dialog politik dengan baik dan santun, sesuai adat Indonesia.

Beberapa strategi di atas, diharapkan dapat menyelamatkan Indonesia dari kehancuran ekonomi. Sekali lagi strategi ini akan berhasil jika dilakukan oleh seluruh stakeholder secara terpadu.(*)

Penulis adalah Pendiri dan Peneliti Senior Nusantara Institute for Sustainable Developnent (NAISD) yang juga sebagai Deputi Administrasi Setjen DPD RI 

Berita Terkait

REPOSISI GEOEKONOMI INDONESIA
UTANG DAN KETERCAPAIAN PERTUMBUHAN 8 PERSEN
KOPERASI DESA, CASING LAMA DENGAN MEREK BARU
Mengawal 100 Hari Pertama Kepala Daerah
TRANSFORMASI DIGITAL UNTUK DAERAH
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM, SUATU KENISCAYAAN
MEREALISASIKAN NTB SEBAGAI PUSAT PETERNAKAN NASIONAL
PELUANG EKONOMI IMPLEMENTASI BAGAN ALUR LAUT DI SELAT LOMBOK

Berita Terkait

Senin, 14 April 2025 - 06:02 WIB

JURUS BERKELIT DARI TARIF TRUMP

Senin, 24 Maret 2025 - 02:28 WIB

REPOSISI GEOEKONOMI INDONESIA

Senin, 17 Maret 2025 - 04:12 WIB

UTANG DAN KETERCAPAIAN PERTUMBUHAN 8 PERSEN

Senin, 10 Maret 2025 - 02:25 WIB

KOPERASI DESA, CASING LAMA DENGAN MEREK BARU

Senin, 3 Maret 2025 - 01:46 WIB

Mengawal 100 Hari Pertama Kepala Daerah

Berita Terbaru