Oleh: HABIBURRAHMAN │
Tugas Akhir Mata Kuliah Psycholinguistics
Dosen Pengampu Mata Kuliah: M Rajabul Gufron, S.Pd., M.A
AKHIR-AKHIR ini di Indonesia marak terjadinya kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual ini, umumnya para pelaku tidak memandang korbannya. Demi untuk memuaskan hawa nafsunya, mereka tidak memandang korbannya. Entah itu anak-anak, orang dewasa, bahkan orang lanjut usia pun ada yang menjadi korban dari kekerasan seksual ini.
Dan juga para pelaku kekerasan sesksual ini berasal dari berbagai kalangan, salah satu contoh misalnya dari oknum pemuka agama pemilik Pondok Pesantren di Bandung, yang mana pada kasus yang terjadi pada tahun 2021 tersebut, 13 santriwati menjadi korban. Bahkan yang sangat viral baru-baru ini, pelakunya adalah orang dengan kekurangan fisik atau disabilitas. Ya itulah yang terjadi di Lombok, pelaku berinisal IWS adalah orang dengan keterbatasan fisik. Mengapa bisa terjadi demikian dan bagimana cara pelaku melakukan aksinya, ya itulah yang akan kita bahas pada kajian tindak tutur impositif pada kekerasan seksual.
Tindak Tutur Impositif
Tindak tutur impositif adalah jenis tindak tutur yang digunakan untuk menyampaikan perintah, larangan atau instruksi kepada orang lain. Tindakan ini biasanya bertujuan untuk mengatur prilaku orang lain,menyampaikan kebutuhan atau keinginan, mengontrol situasi dan memberikan instruksi.
Tindak tutur impositif ini akan sangat berbahaya jika dikuasai oleh orang yang salah, karena secara tidak langsung mereka dapat mengontrol seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Seperti contoh pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan IWS alias Agus Buntung. Jika dibayangkan dengan logika mungkin terdengar mustahil seorang yang tidak memiliki kedua tangan bisa melakukan kekerasan seksual kepada belasan wanita. Namun itulah faktanya, dari pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian, ternyata pelaku mengguanakan kata-kata rayuan atau terkadang kalimat meminta bantuan. Ya kedua tindakan tersebut merupakan tindak tutur impositif, salah satu contoh tindak tutur imposistif adalah ‘’Tolong bantu saya’’ kemudian dari kalimat tersebut pelaku mulai mengambil alih atau mengontrol korban agar menuruti kemauanya.
Selain dengan tindak tutur impositif, pelaku yang biasanya menggunakan cara ini juga seringkali menggabungkannya dengan raut wajah yang memelas bahkan ada juga yang menggunakan ekspresi mengintimidasi korbannya. Dari tindakan tersebut biasanya korban tanpa sadar akan mengiyakan kemauan pelaku, karena korban merasa tertekan ataupun bisa juga karena kasian.
Dampak Penyalahgunaan Tindak Tutur Impositif
Jika disalahgunakan tindak tutur impositif ini, akan sangat berbahaya bagi korban. Beberapa dampak yang paling sering terjadi, khusus pada kasus kekerasan seksual adalah sebagai berikut:
- Trauma Psikologis
- Kehilangan kendali dan otonomi
- Rasa takut dan kecemasan
- Kerusakan hubungan interpersonal, dll
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa, tindak tutur impositif dalam kekerasan seksual merupakan bentuk ekspresi bahasa yang memaksa, mengancam dan memanipulasi korban untuk melakukan aktifitas seksual, yang tidak diinginkan, menyebabkan trauma psikologis kehilangan kendali dan kerusakan interpersonal. Penting untuk mengenali tanda-tanda kekerasan seksual dan melaporkannya ke pihak berwenang, serta memberikan dukungan terhadap korban,,sehingga setidaknya kita dapat membantu mengurangi kejahatan seksual dalam bentuk apapun terhadap orang di sekitr kitta.(*)
Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Nahdlatul Wathan (UNW) Mataram, 2024