ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM, SUATU KENISCAYAAN

- Jurnalis

Senin, 17 Februari 2025 - 06:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Plh Sekjen DPD RI, Lalu Niqman Zahir.

Plh Sekjen DPD RI, Lalu Niqman Zahir.

Oleh: Lalu Niqman Zahir

BANYAK peradaban besar dunia musnah ditelan keganasan perubahan iklim. Sebagai contoh misalnya Bangsa Maya di Ametika Latin, Peradaban Indus di Asia Selatan, dan Banga Akkadia di Irak.

Kemusnahan peradaban mereka tidak berlangsung satu atau beberapa hari seperti yang terjadi pada bangsa Sadum (Sodom) Namun berlangsung tahunan. Bahkan kemusnahan peradaban Sungai Indus berlangsung dalam beberapa abad. Oleh karena itu perubahan iklim harus dapat segera dipahami, diantisipasi dan beradaptasi.

Kemusnahan Bangsa Maya akibat perubahan iklim berlangsung cepat. Namun untuk peradaban Sungai Indus berlangsung lama. Karena mereka mampu beradaptasi, dalam budidaya tanaman pangan. Dari sereal biji besar menjadi serealia biji kecil (milet). Walau cukup mampu beradaptasi, namun pusat peradaban Sungai Indus di Mohenjo Daro dan Harappa akhirnya ditinggalkan juga.

Pembelajaran yang dapat diambil dari kemusnahan peradaban besar dunia tersebut adalah bahwa kita harus harmoni atau selaras dengan alam, bukan malah merusaknya. Namun anehnya, manusia dalam mempertahankan eksistensinya di muka bumi ini bahkan merusak bumi itu sendiri.

Antroposentrisme

Biang kerok dari kerusakan lingkungan di bumi adalah adanya kerakusan manusia dan paham antroposentris. Antroposentrisme adalah paham yang menganggap bahwa manusialah yang berkuasa terhadap alam, manusia dianggap lebih unggul secara moral dari makhluk hidup lainnya, alam dan sumber daya alam dianggap bernilai karena memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi manusia, dan manusia dianggap memiliki alasan untuk hidup secara efisien dan modern. Paham inilah yang telah menghancurkan bumi.

Beberapa penelitian menunjukkan  bahwa eksploitasi alam secara besar-besar justru dilakukan pada abad ke-15 sampai ke-20. Eksploitasi alam ini dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat (Eropa Barat dan Amerika Serikat) Pada saat menjajah bangsa-bsngsa yang ada di benua Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Eksploitasi berupa penebangan hutan secara masif inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya perubahan iklim dunia.

Belanda selama menjajah Indonesia telah menghilangkan hutan seluas 2 juta hektar. Bahkan hutan di Pulau Jawa hanya tinggal 25 persen. Mereka membabat hutan khususnya untuk perkebunan dan eksploitasi mineral. Hasilnya digunakan untuk membangun Belanda menjadi negara maju seperti sekarang ini.

Baca Juga :  PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN BARU DI NTB

Para penjajah itu termasuk Belanda, yang perusak alam tersebut kemudian pada akhir abad kedua puluh berubah menjadi pendekar pembela  lingkungan. Dengan mengusung konsep pembangunan berkelanjutan, mereka seperti pahlawan kesiangan. Hal ini dapat dilihat dari praktek negara-ngara Barat di negara-negara dunia ketiga. Untuk memenuhi kerakusan mereka tetap mengeksploitasi berbagai belahan dunia melalui tangan multi nasional corporation (MNC). Mereka menebang hutan, dan  mengeruk bumi. Hasilnya mereka bawa ke negaranya, tapi kerusakan ditanggung oleh rakyat dan negara tempat eksploitasi sumber daya alam tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat di Afrika, di Amerika Latin, bahkan di negara kita sendiri, seperti yang terjadi di Papua.

Kerakusan dan Antroposentrisme membuat sebagian orang sadar. Bahwa manusia harus menghargai makhluk hidup (biotik) maupun benda lainnya (abiotik). Konsep antroposentrisme berubah menjadi biosentrisme dan terakhir menjadi ekosentrisme.

Biosentrisme adalah paham yang menyatakan bahwa setiap makhluk hidup (biotik) dianggap memiliki nilai yang berharga di alam semesta, dan manusia dianggap harus memperhatikan alam untuk mempertahankan hidup yang berkualitas. Sedangkan ekosentrisme adalah paham yang menganggap bahwa manusia dan alam dianggap sebagai satu kesatuan ekosistem yang sama pentingnya, manusia dan lingkungan hidup dianggap saling mempengaruhi.

Lingkungan yang optimal diperlukan agar manusia dapat berkembang dengan baik, dan manusia dianggap harus menghargai keberadaan material yang tidak dikategorikan sebagai organisme, seperti air, tanah, udara, dan batu.

Perubahan Iklim Ekstrim

Germanwatch menyatakan bahwa perubahan iklim semakin ekstrim dan telah menyebabkan peningkatan korban jiwa dan kerugian ekonomi. Hal ini disebabkan oleh frekuensi dan intensitas bencana terkait iklim yang terus meningkat. Dampak perubahan iklim menurut Germanwatch adalah: (1) Peningkatan biaya akibat kelambanan; (2) Peningkatan korban jiwa dan ekonomi; (3) Menurunkan tingkat kehidupan dan kesejahteraan di negara-negara terdampak, khususnya di negara berkembang dan miskin; dan (4) Kurangnya kerjasama antara negara-negara kaya dengan negara-negara berkembang dan miskin dalam penanggulangan perubahan iklim yang drastis menyebabkan negara berkembang dan miskin yang terdampak semakin terpuruk.

Baca Juga :  Fauzan Khalid Terima Aspirasi Tenaga Honorer Lombok Barat

Beberaoq contoh dampak perubahan iklim  yang terjadi saat ini adalah: (1) Panas yang menyengat; (2) Hujan lebat; (3) Kebakaran hutan yang hebat; (4) Banjir yang mematikan; (5) Badai yang dahsyat; (6) Gelombang dingin; (7) Kekeringan; (8) Tornado; dan (9) Siklon tropis.

Perubahan iklim drastis ini melanda seluruh dunia, termasuk Provinsi NTB. Masyarakat NTB perlu mengantisipasi atas perubahan iklim ini. Apalagi NTB terdiri dari pulau-pulau yang tidak besar. Sehingga daya dukung lingkungan untuk menopang kehidupan penduduk di atasnya tidak besar. Khususnya tentang daya dukung air. Sehingga masyarakat sejak saat ini perlu diberi pemahaman untuk mengantisipasi  dan mengurangi dampak perubahan iklim drastis.

Beberapa cara mengurangi dampak perubahan iklim antara lain:

  1. Tidak mengundang investor yang merusak alam dan lingkungan. Apabila sudah ada investor alam dan lingkungan, maka investor tersebut diwajibkan melakukan rehabilitasi lahan dan hutan, dan melakukan penanaman pohon;
  2. Pemerintah melakukan penanaman pohon dan mendorong masyarakat melakukan dan menjaga alam dan lingkungannya;
  3. Mengurangi penggunaan energi fosil. Diutamakan menggunakan energi terbarukan yang produksinya tidak merusak alam dan lingkungan;
  4. Mengurangi konsumsi air;
  5. Mengurangi sampah;
  6. Menggunakan transportasi ramah lingkungan;
  7. Memilih produk ramah lingkungan; dan
  8. Menggunakan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan.

Gerakan antisipasi perubahan iklim dan pengurangan dampak perubahan iklim perlu digencarkan. Sehingga seluruh lapisan masyarakat mampu mengatasi dan mengurangi dampak perubahan iklim tersebut. Sehingga eksistensi keberlanjutan kehidupan manusia di Provinsi dapat dijaga dari kepunahan.(*)

Penulis adalah Pengamat Sosial dan Ekonomi, dan saat ini menjabat sebagai Plh Sekretaris Jenderal DPD RI

Berita Terkait

MEREALISASIKAN NTB SEBAGAI PUSAT PETERNAKAN NASIONAL
PELUANG EKONOMI IMPLEMENTASI BAGAN ALUR LAUT DI SELAT LOMBOK
DARI PETANI KE PENGUSAHA?
PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN BARU DI NTB
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BERBASIS KLASTER
PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN AGROMARITIM DI NTB
PERLUKAH REBRANDING NTB?
PERAN GENERASI Z DALAM PEMBANGUNAN

Berita Terkait

Senin, 17 Februari 2025 - 06:01 WIB

ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM, SUATU KENISCAYAAN

Senin, 10 Februari 2025 - 06:01 WIB

MEREALISASIKAN NTB SEBAGAI PUSAT PETERNAKAN NASIONAL

Senin, 3 Februari 2025 - 06:01 WIB

PELUANG EKONOMI IMPLEMENTASI BAGAN ALUR LAUT DI SELAT LOMBOK

Senin, 20 Januari 2025 - 06:01 WIB

DARI PETANI KE PENGUSAHA?

Senin, 13 Januari 2025 - 06:01 WIB

PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN BARU DI NTB

Berita Terbaru

M Fihiruddin bersama kuasa hukumnya, Muhammad Ihwan, SH., MH.

Hukum & Kriminal

Babak Baru Fihir vs Isvie, Gugatan Kembali Diajukan

Jumat, 21 Feb 2025 - 17:03 WIB