Oleh: H MUSA SHOFIANDY │
SEPENGETAHUAN penulis, sampai saat tulisan ini dibuat belum ada satupun aturan hukum (regulasi) baik berupa Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Gubernur (Pergub) NTB yang husus mengatur tentang pengelolaan kendaraan bermotor (ranmor) dengan plat nopol polisi (Nopol) luar daerah Nusa Tenggara Barat (selain DR dan EA).
Padahal bila kita lihat di lapangan, sungguh amat banyak kendaraan dengan plat Nopol luar daerah yang melintas dan menggunakan jalan raya yang ada di daerah Nusa Tenggara Barat ini. Belum lagi bila kita mengunjungi dan melihat beberapa showroom (tempat jual beli kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua) yang ada di daerah NTB ini, sebagian besar ranmor yang diperjual belikan tersebut adalah merupakan ranmor dengan plat Nopol luar daerah (selain plat Nopol DR dan EA).
Beberapa Perda dan Pergub yang mengatur tentang penanganan ranmor, umumnya hanya terkait dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaran Bermotor (BBNKB) antara lain seperti; 1) Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
2) Peraturan Gubernur NTB No.30 Tahun 2022 tentang Program Pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor untuk periode tertentu; 3) Pergub NTB No.41 Tahun 2023: Mengatur tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2023;
4) Peraturan Gubernur (Pergub) NTB yang relevan meliputi; 5) Pergub NTB No.30 Tahun 2024: Mengatur tentang Pemberian Keringanan Dan/Atau Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Apresiasi Kepada Wajib Pajak Aktif; 6) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 7) Dan beberapa ketentuan aturan lainnya.
Semua Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur NTB ini tidak ada yang khusus mengatur tentang pengelolaan dan penanganan ranmor luar daerah NTB. Padahal, bila kita melihat keberadaan ranmor luar daerah yang beroperasi di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), menurut informasi yang penulis dapatkan bahwa selama ini tidak kurang dari delapan ribu ranmor plat Nopol luar daerah yang masuk ke daerah NTB setiap tahunnnya.
Dan sampai dengan tahun 2022 saja, ranmor dengan plat Nopol luar daerah yang ada di daerah NTB dan belum melakukan balik nama kurang lebih sebanyak 11.600 ranmor, baik ranmor roda empat maupun ranmor roda dua, belum lagi data sampai dengan tahun 2025 ini.
Bila keberadaan ranmor plat luar daerah ini ditangani dengan serius dan dilakukan balik nama dengan memberikan keringanan berupa pembebasan biaya balik nama, maka sudah berapa Miliar Rupiah yang akan didapatkan setiap tahunnya dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tersebut, yang selama ini ranmor-ranmor tersebut tetap membayar PKB di daerah asal ranmor tersebut.
Kondisi seperti ini tentu tidak harus dibiarkan akan terus berlanjut dan sangat perlu diatur penanganannya dengan menerbitkan Perda atau Pergub NTB. Selain belum adanya regulasi khusus terkait penanganan ranmor dengan plat luar daerah ini, penanganan ranmor plat luar daerah ini juga belum dilakukan dengan serius dan berkesinambungan, akibatnya data riil ranmor plat nopol luar daerah belum ada.
Pengalaman penulis saat ditugaskan di Dispenda NTB (sekarang Bappenda NTB), ketika melakukan Operasi Gabungan (OPGAB) bersama aparat kepolisian dan POM ABRI dan instansi terkait lainnya, memang ada ketentuan aturan yang mengharuskan pemilik ranmor plat Nopol luar daerah untuk memberikan sumbangan pihak ketiga kepada Pemda Provinsi NTB, setelah ranmor tersebut berada dan beroperasi di daerah NTB. Minimal 90 hari sejak masuk ke daerah NTB.
Jangka waktu inilah yang menjadi hambatan kita untuk menentukan apakah ranmor tersebut sudah memenuhi syarat sembilan puluh hari atau belum, karena Bappenda NTB sebagai pengelola PKB dan BBNKB Ranmor, tidak memiliki data akurat terkait keberadaan ranmor tersebut.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh Bappenda NTB untuk mendapatkan dan/atau memiliki data akurat tentang Ranmor yang ada di daerah Nusa Tenggara Barat antara lain:
1) Membuat dan/atau menerbitkan serta menerapkan Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur NTB yang mengatur tentang pengelolaan Ranmor plat luar daerah yang ada dan beroperasi di daerah NTB.
Keberadaan regulasi aturan yang akan mengatur pengelolaan Ranmor plat luar daerah di Nusa Tenggara Barat, baik berupa Perda dan/atau Pergub NTB, merupakan faktor utama yang harus ada sebagai landasan berpijak bagi pengelola ranmor serta aparat penegak hukum lainnya dalam menangani permasalahan yang terkait dengan keberadaan ranmor plat luat daerah di Nusa Tenggara Barat. Perlu kiranya penulis jelaskan bahwa sasaran kita dalam hal mengintensifkan pengelolaan ranmor plat luar daerah yang ada dan beroperasi di NTB untuk melakukan balik nama (BBNKB) bukan untuk mendapatkan penerimaan dari sektor BBNKB ini, akan tetapi sasaran utama kita adalah untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada tahun berikutnya setelah pemilik ranmor tersebut melakukan balik nama.
Karena memang pemerintah secara resmi telah menghapus bea balik nama kendaraan bekas (BBNKB) mulai Januari 2025. Keputusan pemerintah untuk membebaskan BBNKB ini didasarkan pada Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nonor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Dalam ketentuan ini dijelaskan bahwa BBNKB hanya dikenakan untuk penyerahan pertama kendaraan yakni saat konsumen membeli kendaraan baru langsung dari dealer. Adanya regulasi ketentuan aturan inilah yang akan menjadi dasar bagi pengelola PKB dan BBNKB serta aparat penegak hukum lainnya untuk mengambil tindakan hukum terhadap pemilik ranmor yang tidak melakukan BBNKB, lebih-lebih bila ranmor tersebut benar-benar sudah diperjual belikan, khususnya ranmor yang berasal (berplat nopol luar daerah).
Karena itu, dalam aturan tersebut hendaknya memuat segala hal yang terkait dengan kepemilikan ranmor yang sudah diperjual belikan ke daerah Nusa Tenggara Barat. Selain hal-hal yang terkait dengan ketentuan BBNKB juga hendaknya pula dicantumkan, batas waktu bagi pemilik ranmor yang sudah diperjual belikan sejak yang bersangkutan membeli ranmor tersebut. Misalnya diberikan jangka waktu 30 hari, 60 hari, 90 hari atau ketentuan jangka waktu lainnya, pemberian sanksi bagi pemilik ranmor yang tidak mengindahkan ketentuan aturan yang sudah ditentukan/ditetapkan.
Dalam aturan itu juga ditentukan tugas, tanggung jawab serta kewenangan dari instansi pengelola ranmor (PKB dan BBNKB) serta aparat penegak hukum lainnya (termasuk Satpol PP NTB sebagai aparat Penegak Perda dan Pergub), hendaknya diatur pemberian tugas tanggung jawab dan kewenangan dari aparat penegak hukum, termasul Satpol PP NTB untuk melakukan penyitaan terhadap ranmor bagi pemilik ranmor yang sudah diingatkan/diperingati berkali-kali tapi tidak juga menguindahkan peringatan, serta ketentuan aturan lainnya yang terkait dengan pengelolaan ranmor (khususnya ranmor dengan pelayt nopol luar daerah yang sudah diperjual belikan ke daerah Nusa Tenggara Barat.
2) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait. Koordinasi dan kerja sama antara Dinas/Instansi Pengelola Pajak (PKB dan BBNKB) dengan pihak lainnya yang terkait dengan penanganan dan pengelolaan ranmor pelat nomor luar daerah (selain plat Nopol DR dan EA) sangat penting dilakukan, seperti misalnya kerja sama dan koordinasi antara Bappenda sebagai instansi Pengelola Pajak, Satpol PP NTB, APH (Pihak Kepolisian), dan yang tidak kalah pentingnya adalah koordinasi dan kerja sama dengan Instansi pengelola Pelabuhan, terutama pelabuhan darat yang ada di wilayah daerah Nusa Tenggara Barat, yakni Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) seperti Kantor Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), Badan Usaha Pelabuhan (BUP) juga memainkan peran penting dalam dalam pengelolaan operasional pelabuhan, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
Kerja sama dan koordinasi ini sangat penting dilakukan untuk dapat mengetahui dengan jelas intensitas keluar masuk ranmor yang berasal dari luar daerah Nusa Tenggara Barat.
Beberapa pelabuhan darat yang memerlukan koordinasi dan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (cq. Pengelola PKB dan BBNKB) adalah pelabuhan darat yang merupakan/menjadi akses keluar masuk ranmor dari luar daerah, seperti Pelabuhan Lembar dan Gili Mas di Kabupaten Lombok Barat, Pelabuhan Bangsal di Kabupaten Lombok Utara, Pelabuhan Kayangan di Kabupaten Lombok Timur, Pelabuhan penyeberangan Poto Tano di Kabupaten Sumbawa dan pelabuhan penyeberangan Sape di Kabupaten Bima.
Pelabuhan-pelabuhan inilah yang aksesnya terhubung dengan daerah di luar Nusa Tenggara Barat. Dari beberapa pelabuhan penyeberangan ini yang paling utama dan vital adalah pelabuhan penyeberangan Lembar dan Gili Mas di Kabupaten Lombok Barat, pelabuhan penyeberangan Bangsal di Kabupaten Lombok Utara serta pelabuhan penyeberangan Sape di Kabupaten Bima.
Pelabuhan-pelabuhan inilah yang umumnya langsung terakses dengan daerah-daerah di luar daerah Nusa Tenggara Barat, sedangkan pelabuhan-pelabuhan lainnya umumnya adalah merupakan pelabuhan antara yang menghubungkan antara pulau Lombok dan pulau Sumbawa.
Penjagaan di pelabuhan-pelabuhan penyeberangan ini khususnya di pelabuhan penyeberangan Lembar dan Gili Mas di Kabupaten Lombok Barat, pelabuhan Bangsal di Kabupaten Lombok Utara serta pelabuhan Sape di Kabupaten Bima menjadi sangat penting karena disinilah bermuaranya ranmor yang keluar masuk daerah Nusa Tenggara Barat. Di pelabuhan-pelabuhan penyeberangan inilah kita akan bisa mengetahui secara jelas ranmor-ranmor yang masuk ke daerah Nusa Tenggara Barat.
Oleh karena itu, maka di temat-tempat ini harus ada penjagaan yang ketat dari petugas khususnya petugas yang berasal dari instansi pengelola ranmor (PKB dan BBNKB) serta aparat dari Satpol PP sebagai aparat Penegak Perda/Pergub NTB.
3) Melakukan pencatatan dan pembukuan dengan tertib dan teratur perihal ranmor plat luar daerah yang ada dan beroperasi di daerah NTB. Penjagaan dan pencatatan ranmor yang masuk ke daerah NTB ini, dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni: a) Dengan kerja sama dengan aparat yang bertugas di pelabuhan penyeberangan yang berasal dari Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) seperti Kantor Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Petugas inilah yang nantinya akan melakukan pengawasan dan pencatatan terhadap ranmor-ranmor yang masuk ke daerah NTB.
b) Dengan menempatkan petugas/pegawai yang berasal dari Bappenda NTB, selaku instansi pengelola Pajak (PKB dan BBNKB) dibantu oleh aparat/petugas dari Satpol PP NTB selaku aparat yang tugas dan fungsinya untuk menegakkan aturan (Perda dan Pergub NTB).
Penugasan aparat/pegawai ini tidak akan menambah beban tambahan berupa dana operasional bagi aparat yang ditugaskan itu. Sebab, penugasan di tempat ini adalah merupakan/menjadi tugas rutin yang harus dilakukan oleh seorang pegawai (ASN/PPPK) dari dinas/instansi tersebut.
Tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh petugas ini antara lain adalah mencatat semua ranmor yang keluar masuk daerah NTB melalui pelabuhan tersebut, masing-masing ranmor yang keluar masuk melalui pelabuhan ini adalah mencatat dengan teliti dan benar semua identitas ranmor sesuai dengan surat-surat (BPKB dan STNK) masing-masing ranmor, seperti nomor polisi, nama pemilik, alamat pemilik, No. KTP dan No. HP., merk/type, jenis/model tahun pembuatan/perakitan, isi silinder/daya, warna ranmor, nomor BPKB, nomor rangka, dan nomor mesin) serta mencatat identitas yang membawa ranmor tersebut sesuai dengan KTP yang dimiliki.
Bagi yang membawa ranmor tersebut tidak dapat menunjukkan surat-surat ranmor tersebut, maka petugas dan APH dapat menahan/menyita ranmor tersebut, sampai dengan batas waktu, yang membawa ranmor itu dapat menunjukkan surat-surat ranmor yang dibawanya.
Pencatatan identitas ranmor tersebut selain dicatat dalam buku register, juga dibuatkan surat tanda/bukti masuknya ranmor tersebut di daerah NTB dan bukti tersebut diberikan kepada pemilik atau yang membawa ranmor tersebut. Penahanan terhadap ranmor ini tentu harus di atur juga dalam regulasi aturan (Perda maupun Pergub NTB).
Pencatatan kedatangan/masuknya ranmor ini ke daerah NTB menjadi sangat penting untuk mengetahui dengan jelas berapa lama ranmor itu sudah berada dan beroperasi di daerah Nusa Tenggara Barat, sebagai landasan untuk pengenaan aturan terkait BBNKB yang diatur dalam Perda/Pergub NTB.
Pencatatan ini juga menjadi penting karena pengalaman yang sudah-sudah dalam melakukan Oprasi Gabungan (OPGAB), ranmor dengan pelat luar daerah yang terjaring saat OPGAB bila ditanya sejak kapan berada dan beroperasi di daerah NTB, pengendara ranmor tersebut selalu bilang, baru beberapa hari saja, dan ketika dilain waktu terjaring lagi dalam OPGAB, jawabannya sama saja, baru beberapa hari saja. Petugas OPGAB tidak bisa lagi bertindak karena tidak memiliki bukti tentang keberadaan ranmor tersebut di daerah NTB. Kalau ada catatan seperti yang disebutkan di atas, maka pemilik/pengendara ranmor tersebut tidak bisa lagi buat alasan/mengelak.
4) Menyurati/menghubungi pemilik ranmor pelat luar daerah yang sudah terdata dan meminta agar pemilik ranmor tersebut melakukan BBNKB. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan di atas, maka instansi pengelola Pajak Daerah (PKB dan BBNKB) dalam hal ini Bappenda NTB, menyurati pemilik ranmor yang sudah terdata dan tercatat dalam daftar ranmor pelat nomor luar daerah yang beroprasi di daerah NTB. Hal ini sangat diperlukan sebagai pengingat bagi pemilik ranmor bahwa mereka memiliki kewajiban yang harus dipenuhi/dibayar sebagai dampak/akibat dari kepemilikan ranmor berpelat Nomor luar daerah.
5) Secara rutin melakukan operasi penertiban ranmor tersebut, baik melalui Operasi Gabungan (OPGAB) maupun kegiatan lainnya. Aktivitas sebagai tindak lanjut dari yang disampaikan di atas adalah agar pihak Pengelola Pajak (PKB dan BBNKB) yakni Bappenda NTB dan Satpol PP NTB secara rutin dan berkesambungan melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan apa yang telah disampaikan di atas, baik dengan melakukan OPGAB bersama aparat terkait maupun kegiatan lainnya, bila perlu dengan melakukan door to door ke pemilik ranmor plat luar daerah NTB, utamanya terhadap pemilik ranmor yang sudah diberikan peringatan.
Sebab kebiasaan umum yang kita tahu biasanya pemilik ranmor lalai untuk memenuhi kewajibannya. Jangankan untuk melakukan balik nama, untuk bayar pajak (PKB) saja banyak yang lalai dan mengabaikan kewajibannya, berbanding terbalik dengan keinginannya yang selalu menghendaki agar jalan raya tetap mulus. Hal ini dapat kita lihat dan buktikan betapa banyak dan besarnya tunggakan pajak yang berasal dari PKB ini. Kalau sekadar diberikan surat peringatan saja, biasanya tidak ampuh (tidak dipedulikan). Karena itu, perlu dilakukan upaya lain seperti door to door, mendatangi langsung pemilik ranmor tersebut.
6) Memfungsikan aparat Penegak Hukum Perda/Pergub (dalam hal ini Satpol PP NTB) bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya (pihak kepolisian) guna menindak lanjuti Perda/Pergub yang sudah dibuat dan sudah diberlakukan. Kegiatan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan berkala. Tugas dan tanggung jawab dari instansi Satpol PP NTB sebagaimana tertuang dalam Perda pembentukan organisasi perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, di mana dinyatakan bahwa Satpol PP memiliki tugas utama menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala daerah (Perkada), serta menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Fungsinya meliputi menyusun program penegakan Perda dan Perkada, melaksanakan kebijakan penegakan hukum, dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Dalam konteks penegakan Perda dan/atau Perkada, Satpol PP memiliki kedudukan dan fungsi yang cukup penting sebagai salah satu perangkat dan aparatur pemerintah daerah. Menurut ketentuan Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, “Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja diketahui secara jelas kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja antara lain: 1) Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; 2) Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; 3) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; dan 4) Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Berdasarkan beberapa kewenangan tersebut di atas, jelas bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dapat diumpamakan sebagai salah satu “penjaga” dalam penegakan Perda dan Perkada. Melihat kewenangan yang sangat besar yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja, tentu membuat institusi tersebut diminta untuk berperan aktif dalam keterlibatannya pada/dalam proses pengawalan dan pengamanan perjalanan Perda dan Perkada.
Dalam Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa salah satu tugas Satuan Polisi Pamong Praja yaitu melakukan tindakan penertiban nonyustisial, menindak bagi yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, penyelidikan terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada, dan tindakan administratif.
Kewenangan yang cukup besar tersebut semestinya dapat dimaksimalkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Nusa Tenggara Barat. Namun dalam realitanya selama ini, masih terdapat tugas dan kewenangan sebagai penegak Perda dan/atau Perkada terkesan belum dioptimalkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Nusa Tenggara Barat.
Salah satu contoh adalah sebagaimana yang disebutkan dalam tulisan ini, yakni tugas dan kewenangannya untuk mengawal dan mengamankan Perda dan/atau Perkada (Pergub NTB) yang terkait dengan PKB dan BBNKB dan yang lebih luas lagi adalah tugas dan kewenangannya untuk mengawal dan mengamankan Perda dan Perkada (Pergub NTB) yang terkait dengan asset daerah yang dapat memberikan kontribusi terhadap Penerimaan Asli Daerah (PAD) NTB.
Memang tidak dapat disangkal bahwa dalam menjalankan tugasnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Khususnya Satuan Polisi Pamong Praja NTB), dihadapkan pada posisi yang kadang serba sulit “bagaikan buah simalakama”. Pada satu sisi Satuan Polisi Pamong Praja dituntut untuk menegakkan perintah Perda dan/atau Perkada (Pergub), sementara dalam proses pembentukan Perda/Perkada (Pergub) tersebut, Satuan Polisi Pamong Praja belum/tidak sepenuhnya dilibatkan, sementara di sisi lain dalam pelaksanaan Perda/Perkada (Pergub) harus menghadapi masyarakat yang mungkin belum mengerti dan memahami isi Perda/Perkada (Pergub) tersebut.
Hal ini disebabkan katrena masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi terhadap Perda/Perkada (Pergub) yang dibentuk, bahkan seringkali masyarakat tidak dilibatkan dalam pembentukan sebuab Perda/Perkada (Pergub). Padahal sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah membuka “kran” bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan (Perda/Perkada).
Kondisi seperti ini perlu mendapatkan perhatian Pemerintah Darerah, artinya bahwa dalam setiap pembentukan/penyusunan Perda/Perkada, Pemerintah Daerah (instansi yang terkait dengan proses penyusunan Perda/Perkada), hendaknya mengikutsertakan masyarakat batau minimal dengan menyerap aspirasi masyarakat, terutama bila Perda/Perkada tersebut terkait erat dengan masyarakat banyak.
7) Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. Melakukan Evaluasi menjadi sangat penting, karena dengan evaluasi membantu kita mengetahui efektivitas suatu program, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta membuat individu atau organisasi bertanggung jawab atas kinerja mereka.
Evaluasi juga mendorong perbaikan berkelanjutan dan membantu pemangku kepentingan memahami bagaimana sumber daya digunakan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa evaluasi sangat penting: a) Membuat individu dan organisasi bertanggung jawab: Evaluasi memberikan gambaran yang jelas tentang kinerja dan hasil yang dicapai, sehingga individu dan organisasi dapat dimintai pertanggungjawaban; b) Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan: Evaluasi membantu kita memahami apa yang berjalan dengan baik dan apa yang perlu ditingkatkan, sehingga kita dapat fokus pada perbaikan yang tepat; c) Meningkatkan efektivitas: Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan, kita dapat membuat perubahan yang lebih efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan; d) Memberikan umpan balik: Evaluasi memberikan umpan balik yang berharga bagi pemangku kepentingan, termasuk penyandang dana dan penerima manfaat; e) Mendorong perbaikan berkelanjutan: Evaluasi membantu kita belajar dari pengalaman dan membuat perbaikan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang lebih baik; f) Memastikan penggunaan sumber daya yang efisien: Evaluasi membantu kita memahami bagaimana sumber daya digunakan dan memastikan bahwa penggunaan tersebut efektif dan efisien.
Demikianlah sekilas tulisan opini dengan judul “Lika-Liku Penanganan Ranmor Plat Luar Daerah di Daerah Nusa Tenggara Barat”, semoga ada manfaatnya bagi Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Asi Daerah (PAD) melalui Pajak (PKB dan BBNKB). “Selamat Bekerja, Semoga NTB Makmur Mendunia Menjadi Realita”.(*)
Penulis adalah Sekretaris Umum IKMAPALA