Oleh: Abdul Ali Mutammima Amar Alhaq │
PERNIKAHAN adalah aqad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang penuh kasih sayang, kebajikan, dan saling menyantuni, keluarga seperti ini adalah ideal yang diidamkan oleh semua keluarga. Pernikahan sejatinya merupakan lembaran baru bagi kehidupan seorang laki-laki dan perempuan yang telah sah menjadi pasangan suami istri.
Maka, makna sebenarnya dari saling mengenal atau taaruf adalah pasca pernikahan. Di sinilah kemudian pasangan suami istri akan menghadapi realita kehidupan, di mana pernikahan itu tidak selamanya indah; akan selalu ada problematika yang akan dihadapi dan dilalui. Salah satu isu sosial yang telah banyak banyak menarik perhatian banyak masyarakat, terutama dalam konteks masyarakat modern adalah perceraian.
Kehidupan rumah tangga yang sebelumnya didambakan acapkali harus berakhir pada perpisahan. BPS mencatat dalam 3 tahun terakhir di Indonesia angka perceraian mengalami peningkatan yang drastis. Pada tahun 2021 ada sekitar 447.000 kasus perceraian, kemudian tahun 2022 sebanyak 500.000 kasus, dan pada 2023 sebanyak 463.000 kasus. BPS juga mencatat bahwa kasus perceraian terbanyak disebabkan oleh perselisihan yang terjadi secara terus menerus, kemudian faktor finansial dan juga faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Semakin meningkatnya angka perceraian pada masyarakat khususnya di kalangan publik pigur (selebritis), menunjukkan adanya disonansi atau antara harapan dengan realitas. Hal ini menunjukkan bahwa sangat banyak skali tantangan yang dihadapi oleh sebuah keluarga dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Kehidupan berumah tangga laksana mengarungi bahtera di tengah luasnya lautan.
Meski lautan kehidupan seakan tiada akhirnya, namun medan perjuangan kehidupan seringkali berubah secara tiba-tiba. Arus informasi dan berita yang begitu cepat dapat menyebar dan di konsumsi oleh masyarakat, menjadikan biduk rumah tangga para publik pigur bukan lagi menjadi kehidupan yang intim tetapi telah beralih menjadi konsumsi publik. Maka dengan adanya sorotan publik, semakin menambah runyam kehidupan para publik pigur khususnya mereka yang sedang melewati fase-fase yang sulit.
Ketika kemudian perceraian menjadi pilihan hidup publik figur untuk mengakhiri rumah tangganya, maka semua sorotmata menghadap ke mereka, berita-beritanya menjadi tren pembahasan di ruang publik. Hal ini kemudian berimplikasi kepada tidak hanya kepada keluarga mereka, tetapi juga kepada para penggemar yang menjadikan mereka sebagai panutan.
Sebagai agama yang paling sempurna, Islam telah mengatur seluruh sisi kehidupan manusia. Ketika perceraian menjadi sebuah pilihan, maka agama Islam memiliki panduan dan solusi dalam menghadapi masalah perceraian. Dalam pandangan Islam, perceraian bukanlah jalan keluar yang utama untuk menyelesaikan masalah rumah tangga, tetapi menjadi sebuah solusi ketika tidak ada lagi solusi untuk mempertahankan rumah tangganya.
Dalam kajian hukum Islam, memahami tentang maqasid sangatlah penting untuk menerapkan hukum secara efektif dan relevan. Dalam hukum Islam tidak hanya memberikan kerangka untuk memahami konsep-konsep dasar semata, tetapi juga menjadi panduan dalam memahami dan mengaplikasikannya. Teori juga membantu kita menginterpretasikan teks-teks hukum dengan lebih tepat, sehingga relevan dengan situasi dan tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini.
Dalam konteks global yang semakin kompleks, di mana kita dihadapkan pada persoalan-persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang perlu kemudian adanya pendekatan yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam konteks hukum keluarga, maqashid berfungsi dan berperan sebagai panduan untuk memahami, menganalisa, menerapkan dan mengembangkan hukum yang mengatur hubungan keluarga dalam konteks syariat islam.
Salah satu teori yang sangat penting diketahui adalah teori maqashid syariah. Maqashid syariah menekankan bahwa setiap hukum dalam islam tidak hanya harus dipahami sebagai norma yang harus dipahami semata, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.(*)
Penulis adalah Peneliti Gen Z Dialog Circle (Genial) NTB dan Mahasiswa Magister UIN Mataram