JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menegaskan bahwa penguatan fungsi pengawasan eksternal merupakan kunci dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Penekanan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Rapat kerja ini dihadiri langsung oleh Ketua Komite III DPD RI, Dr Filep Wamafma, S.H., M.Hum., serta Wakil Ketua I Komite III DPD RI, Prof Dr H Dailami Firdaus, S.H., LL.M., yang hadir sebagai keynote speaker.
Dalam sambutannya, Prof Dailami menegaskan, bahwa kehadiran DPD RI dalam pembahasan RUU ini bukan sekadar menjalankan mandat konstitusi, melainkan juga membawa aspirasi daerah agar penyelenggaraan haji lebih transparan, adil, dan berpihak pada jemaah.
‘’DPD RI harus diberikan peran yang lebih jelas dalam fungsi pengawasan. Suara daerah penting untuk memastikan distribusi kuota haji yang adil, transparansi dalam pengelolaan biaya penyelenggaraan, hingga peningkatan kualitas pelayanan jemaah,’’ ujar Dailami.
Dalam forum tersebut, Komite III DPD RI menyampaikan sejumlah pandangan kritis. Salah satunya adalah kebutuhan kelembagaan khusus yang setara dengan kementerian untuk mengelola haji Indonesia yang merupakan jemaah terbesar di dunia. Selain itu, pengawasan terhadap kuota nonreguler dan jamaah umrah mandiri dinilai mendesak agar jemaah terlindungi dari praktik biro travel ilegal.
DPD RI juga menekankan pentingnya transparansi dalam pembiayaan haji, termasuk keterbukaan laporan keuangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kepada publik dan DPD RI. Penguatan sinergi antar-lembaga, audit berkala oleh BPK, serta mekanisme kompensasi bila terjadi kegagalan pelayanan juga menjadi catatan penting.
Tak hanya itu, pengalaman pandemi Covid-19 mengingatkan bahwa regulasi khusus untuk kondisi darurat haji perlu diatur lebih tegas. DPD RI mendorong adanya musyawarah bersama DPR dan DPD dalam menentukan skema penyelenggaraan haji di masa krisis, sekaligus memastikan jaminan refund dan prioritas keberangkatan bagi jemaah yang tertunda.
Menurut Dailami, pembahasan RUU ini merupakan momentum strategis untuk memperbaiki tata kelola haji secara menyeluruh. ‘’Kami ingin regulasi baru ini benar-benar menghadirkan perlindungan dan pelayanan yang lebih baik, bukan hanya di tingkat pusat, tetapi juga sampai ke daerah. Sebab, jemaah haji berasal dari seluruh pelosok negeri, dan negara harus memastikan keadilan pelayanan bagi semuanya,’’ tegasnya.
DPD RI menyatakan siap terlibat aktif dalam tahap-tahap pembahasan berikutnya, dengan memberikan masukan yang substantif dan berbasis hasil pengawasan lapangan. Harapannya, perubahan UU Haji dan Umrah kali ini dapat melahirkan sistem penyelenggaraan yang lebih akuntabel, transparan, dan berorientasi pada kepentingan jemaah.(arz)