JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diminta membatalkan Surat Keterangan (SK) pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dari Kantor Wilayah Pertanahan BPN Kabupaten Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri) kepada PT Agro Mekar Lestari (AML).
Hal tersebut diutarakan Petrus Selestinus selaku kuasa hukum beberapa warga Desa Teluk Radang, Kecamatan Kundur Utara, Kabupaten Karimun kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/8/2025). Menurut Petrus, pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada Kementerian ATR/BPN pada Rabu kemarin (27/8/2025) .
Lanjut Petrus, pihaknya meminta agar Menteri ATR/BPN RI membatalkan SK pemberian Hak Guna Usaha (HGU) oleh Kakanwil BPN Provinsi Kepri kepada PT AML atas usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Kundur Utara dan Kundur Barat, Kabupaten Karimun yang seluas kurang lebih 800 hektare. “Selama 18 tahun tanpa HGU dan tanpa IUP, di mana sebagian lahannya diduga menyerobot lahan milik warga masyarakat, sehingga terjadi tumpang tindih pemilikan lahan,” tegas Petrus.
Dalam surat yang bernomor 062/PST-ASS/VIII/2025, kata Petrus, kliennya atas Marsigit Kurniawan memiliki tanah seluas 12 hektare dan sebanyak 4 (empat) hektare sudah bersertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian klien atas nama Syamsul Badar, kata Petrus, memiliki lahan seluas kurang lebih 1 (satu) hektare dan sudah SHM. Selanjutnya klien bernama Boniran memiliki lahan seluas kurang lebih 2 (dua) hektare dengan alas hak berupa Surat Pernyataan Kepala Desa setempat.
“Karyadi (Almahrum), memiliki lahan seluas kurang lebih 5 (lima) hektare dengan alas hak berupa Surat Pernyataan Kepala Desa setempat dan Sabar (Almarhum), memiliki lahan seluas kurang lebih 2 (dua) hektare dengan alas hak berupa Surat Pernyataan Kepala Desa setempat,” bebernya.
PT AML, kata Petrus, sejak tahun 2007 telah menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit di atas tanah negara dengan luas kurang lebih 800 hektare. Sementara sebagian tanah tersebut yang berjumlah kurang lebih 20 hektare merupakan milik warga masyarakat Desa Teluk Radang, Kecamatan Kundur Utara.
Saat melakukan penggarapan, kata Petrus, PT AML dikawal oleh oknum TNI. Situasi tersebut membuat para warga selaku pemilik lahan tidak lagi bisa menggarap, mengelola dan menguasai lahannya. “Selama kira-kira 18 tahun PT AML membangun usaha perkebunan kelapa sawit dan memproduksi minyak kelapa sawit di Kecamatan Kundur Utara dan Kundur Barat, maka selama 18 tahun itu pula warga tidak lagi mendapatkan akses untuk masuk dan keluar lahan miliknya itu,” jelasnya.
Perbuatan PT AML kata Petrus membuat tumpang tindih atau overlapping pemilikan lahan yang berujung dengan laporan polisi terhadap direksi dan Komisaris PT AML ke Polda Kepri atas dugaan telah melakukan tindak pidana penyerobotan lahan milik warga. Laporan tersebut kata Petrus terdaftar dengan No.: LP/B/37/IV/2024/SPKT/Polda Kepulauan Riau, tanggal 16 April 2024.
“Saat ini masih dalam tahap penyelidikan dan berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) No.B/385/XII/RES.1. 24./2024/Ditreskrimum, tanggal 23 Desember 2024 diinformasikan bahwa penyelidikan masih akan memeriksa sejumlah pihak,” jelasnya.
Menurut Petrus, laporan pidana tersebut sebagai bukti bahwa penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit oleh PT AML harus dipandang berada dalam posisi sengketa secara pidana dan perdata. Hal itu menjadi halangan bagi Kakanwil BPN Provinsi Kepri untuk mengeluarkan SK pemberian HGU kepada PT AML.
“Di sini sesungguhnya terjadi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum oleh Kakanwil BPN Provinsi Kepri, karena mengeluarkan SK. Pemberian HGU kepada PT AML pada saat di atas lahan menjadi obyek pemberian HGU sedang berada dalam masalah hukum dan adanya “keberatan” dari warga masyarakat pemilik lahan,” jelasnya.
Anehnya, kata Petrus, selama 18 tahun PT AML membangun usaha Perkebunan Kelapa Sawit sejak 2007 sampai sekarang, semua aparatur negara menutup mata dan membiarkan PT AML mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tetapi tidak memiliki HGU dan izin Usaha Perkebunan (IUP). “Semua pejabat terkait diduga telah menerima upeti secara rutin dari PT AML untuk melindungi PT AML terus menerus selama 17 tahun berjalan,” katanya.
Berdasarkan ketentuan pasal 28 PP No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI No.18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah pasal 64 ayat (1) b, angka 1 huruf b, butir 5, butir 9, dan butir 13, jo Pasal 41, 42 dan 107 UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, maka PT AML harus dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan HGU.
“Karena terdapat tumpang tindih kepemilikan lahan, adanya sengketa karena Laporan Pidana, adanya lahan warga masyarakat yang terkurung hingga saat ini dan tidak dibuka akses publik dan akses bagi warga masyarakat pemilik lahan untuk masuk dan keluar dari lahan miliknya itu serta melalukan tindak pidana Perkebunan,” tegasnya.
Karena itu, Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid diminta mengawasi dan menertibkan perilaku pejabat Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepri dan pejabat BPN Kantor Kabupaten Karimun, yang sangat rentan terhadap godaan pemilik modal. “Saat ini memberikan privilege kepada PT AML untuk mendapatkan SK. Pemberian HGU, sementara hak warga masyarakat diabaikan. Inilah model pelayanan publik yang sarat devisit kapasitas, devisit Nilai Dasar dan Etika Pejabat ASN yang merusak integritas, kualitas tranparansi dan akuntabilitas,” tegasnya.
Pasalnya, lanjut Petrus, sangat diskriminatif dalam pelayanan publik ketika berhadapan dengan kepentingan oligarki yang memohon hak atas tanah, mereka hanya mau mengabdi kepada oligarki atau pemilik modal besar sementara rakyat kecil diabaikan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh pejabat Kantor BPN Kabupaten Karimun, kata Petrus, SK pemberian HGU atas nama PT AML untuk usaha perkebunan kelapa sawit telah ditanda tangani oleh Kepala Kanwil BPN Provinsi Kepri, hanya saja belum diberikan kepada PT AML.
“Untuk itu timbul pertanyaan, bagaimana SK Pemberian HGU dapat dengan mudah dikeluarkan oleh pejabat BPN setempat, sementara di lapangan masih terdapat permasalahan yang sangat komplikasi antara lain soal tumpang tindih, akses tertutup, adanya sengketa yang oleh peraturan perundang-undangan yang ada dilarang untuk diberikan HGU kepada pemohon PT AML,” jelasnya.
Ada Kejahatan Korupsi
Berdasarkan informasi dari pejabat Kementerian ATR/BPN RI yang sudah dirilis ke media, maka PT AML merupakan satu di antara 537 perusahaan perkebunan Kelapa Sawit yang sedang beroperasi tanpa memiliki HGU dan IUP.
Atas dasar itu, kata Petrus, PT AML dikualifikasi telah melakukan usaha secara ilegal yang bahkan selama bertahun-tahun. Hal ini jelas sangat merugikan negara dan warga masyarakat pemilik lahan.
Apabila mencermati modus operandi PT AML di Tanjung Batu, Kabupaten Karimun, kata Petrus, tindakan PT AML dapat dikualifikasi menjadi klaster tindak pidana korupsi, tindak pidana perkebunan, tindak pidana penggelapan pajak dan tindak pidana penyerobotan tanah warga dan tanah negara.
Anehnya, kata Petrus, Pemerintah Daerah, Polda Kepri, Kejaksaan Tinggi Kepri dan Aparatur BPN setempat seakan-akan menutup mata, memberi ruang leluasa kepada PT AML melakukan aktifitas ilegal, yang sangat merugikan negara dan warga. “Oknum-oknum pejabat daerah dan pusat diduga kuat telah menerima upeti secara rutin dan teratur dari PT AML dengan mengorbankan kepentingan negara dan warga setempat,” tegasnya.
Petrus menuturkan, pihaknya akan melaporkan Direktur, Manager dan PT AML sebagai korporasi, oknum pejabat Kanwil BPN Provinsi Kepri dan BPN Kabupaten Karimun dan oknum pejabat Polda Kepri ke Bareskrim, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Mereka adalah sejumlah pihak yang layak dimintai keterangan untuk memastikan apakah telah ada peristiwa pidana dan siapa yang layak dimintai pertanggung jawaban pidana,” tukasnya.(ltn)