Krisis Identitas di Era Filter: Kenapa Kita Semakin Jauh dari Diri Sendiri?

- Jurnalis

Jumat, 12 Desember 2025 - 07:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Muhamad Maimun.

Muhamad Maimun.

Oleh: Muhamad Maimun │

Sebuah Pertanyaan Eksistensial di Tengah Filter

Coba perhatikan sekeliling kita. Kita hidup di masa kini di mana para remaja secara bersama-sama memilih untuk tidak menyukai wajah mereka sendiri. Ini terdengar terlalu ekstrem, tapi data menunjukkan fakta bahwa lebih dari 70% remaja merasa stres dan tidak percaya diri dengan penampilan mereka saat mengunggah foto.

Penggunaan filter kecantikan yang sangat populer bahkan menciptakan istilah “Snapchat Dysmorphia,” yang memicu gangguan makan. Jelas, ini bukan lagi sekadar tren estetika biasa, melainkan sebuah krisis eksistensial yang disebarkan oleh algoritma.

Kita menyaksikan bagaimana generasi muda terpaksa menjadi Simulacra (citra tanpa realitas), menjauh dari Fitrah (kodrat asli) mereka, hanya demi mendapatkan pujian sementara yang kita sebut “like.”

Dampak yang terlihat, seperti stres dan citra tubuh yang buruk, hanyalah permukaannya. Masalahnya justru lebih dalam, yaitu benturan antara teknologi yang memaksa performa dan tujuan mendasar perkembangan diri manusia.

Krisis identitas di Era Filter ini memaksa kita untuk meninjau ulang dua pilar dalam karakter manusia yaitu Filsafat Pendidikan yang menginginkan otentisitas, serta Etika Islam yang mengajarkan ketulusan.

Ketika Identitas Menjadi Cair di Dunia “Hiper-Realitas”

Mari kita lihat dari sudut pandang filsafat pendidikan. Tujuan pendidikan seharusnya membentuk seseorang yang autentik dan berintegritas. Tapi kini kita terjebak dalam konsep Hiper-Realitas menurut Jean Baudrillard.

Gambar-gambar digital yang telah diproses dan diedit justru menjadi Simulacra, yaitu gambar tanpa acuan nyata. Pendidikan seharusnya melatih kita berpikir kritis, tetapi justru membuat kita menerima gambar yang validasinya ditentukan oleh algoritma.

Baca Juga :  Delapan Jabatan Perwira TNI AD Kodim 1620/Loteng Dirotasi Kapten Inf Zainudin Jabat Pasi Inteldim

Di sisi lain, kita hidup di era Liquid Modernity, istilah yang digunakan oleh sosiolog Zygmunt Bauman. Identitas kita kini tidak lagi stabil, melainkan fleksibel, rapuh, dan terus-menerus diubah agar sesuai dengan tren media sosial.

Krisis muncul karena nilai diri sekarang dicari melalui validasi eksternal, seperti jumlah likes dan followers. Pendidikan yang hanya fokus pada keterampilan teknis gagal memberi bekal kemandirian eksistensial, sehingga membuat kita terus-menerus terombang-ambing dalam arus identitas yang cair.

Jebakan Riya Digital

Krisis ini semakin parah jika kita lihat dari sudut pandang Etika Islam. Dalam Islam, kita lahir dengan sifat Fitrah, yaitu dalam keadaan suci dan lurus. Identitas sejati manusia adalah ketundukan pada kodrat yang seharusnya di pedomani.

Yang pertama, filter dan penyuntingan yang banyak adalah bentuk penolakan halus terhadap keadaan asli diri kita, yang sebenarnya harus kita syukuri. Kita semakin didorong untuk mengedit bentuk fisik dan cerita hidup, menjauhi fitrah, demi mencapai kesempurnaan yang buatan.

Yang kedua, ini terkait dengan Riya Digital. Riya adalah melakukan kebaikan demi mendapat pujian dari orang lain ini adalah bentuk syirik kecil yang merusak ketulusan hati. Media sosial dibuat untuk memudahkan hal ini. Setiap unggahan seolah-olah adalah undangan untuk mendapat pujian.

Baca Juga :  Wagub NTB Targetkan Fornas VIII Berikan Tiga Dampak Utama

Ketika nilai diri kita diukur dari jumlah likes, secara spiritual kita justru mengutamakan pujian manusia di atas kebahagiaan Illahi. Inilah krisis spiritual yang menjadi dasar dari kerentanan identitas kita.

Seruan untuk Menjadi Otentik

Kita sudah tahu krisis identitas di masa kini adalah hasil dari dunia hiper-realitas dan modernitas cair. Ini mencerminkan krisis spiritual di mana dunia maya menggantikan keikhlasan dan menjauhkan kita dari fitrah asli.

Filter hanyalah gejala; penyebab utamanya adalah sistem nilai yang mengutamakan penampilan di atas kejujuran. Jadi, apa yang harus kita lakukan?

Sudah saatnya kita berhenti melakukan penambangan perhatian dan segera melakukan perubahan filosofis dalam dunia pendidikan. Pendidikan harus kembali ke tujuannya yang sebenarnya: membentuk manusia yang autentik, jujur, dan mandiri.

Kepada para pendidik: Jadilah pengajar yang otentik, bukan hanya pelatih performa. Sisipkan materi tentang literasi filter yang membantu siswa menguraikan ilusi dan meningkatkan kesadaran diri.

Kepada para orang tua, doronglah anak untuk introspeksi daripada hanya mengejar jumlah like dan follower, ajak anak berdiskusi tentang etika berbicara buruk dan pentingnya proses penjelasan (tabayyun) di dunia maya.

Hanya dengan memberi generasi digital kebrmanfaatan positif dalam kehidupan dan kekuatan spiritual, kita bisa memastikan mereka memilih realitas yang jujur, bukan ilusi yang mudah lenyap dengan satu sentuhan jari.(*)

Penulis adalah Mahasiswa S3 UNUJA Piton Probolinggo dan Dosen IAI Qomarul Huda Bagu NTB, E-mail: abimaimun80@gmail.com

Berita Terkait

Astra Motor Campus Network Hadir di Unram, Mahasiswa Antusias Ikuti Sesi Interaktif
Gen Z Beraksi, Kreativitas Muda Mengguncang AHM Best Student 2025
Peringati Hari Guru, Ini Dia Guru Inspiratif Dapat Apresiasi dari Yayasan AHM
Bila Terpilih sebagai Rektor, Prof Yusron Akan Bawa Unram Jadi Kampus Berdaya Saing Global
Karyawan FIF Mataram Dapat Edukasi Safety Riding Bersama Instruktur Berpengalaman
Tiga Klasifikasi Manusia dalam Tilikan Masa Pertumbuhan Akal Intelektualitasnya: Meneguhkan Peran Guru Pendidik dalam Penguatan Karakter Akal Intelektual
Prof Ali, Dosen Panutan Saya yang Telah Mewujudkan Impian Kuliah S3 Bioteknologi di Jepang
Olimpiade Sosiologi Tingkat SLTA se-Bali Nusra di Mataram, MAN 1 Lotim Raih Juara

Berita Terkait

Jumat, 12 Desember 2025 - 07:07 WIB

Krisis Identitas di Era Filter: Kenapa Kita Semakin Jauh dari Diri Sendiri?

Selasa, 9 Desember 2025 - 14:07 WIB

Astra Motor Campus Network Hadir di Unram, Mahasiswa Antusias Ikuti Sesi Interaktif

Sabtu, 29 November 2025 - 14:09 WIB

Gen Z Beraksi, Kreativitas Muda Mengguncang AHM Best Student 2025

Jumat, 28 November 2025 - 10:00 WIB

Peringati Hari Guru, Ini Dia Guru Inspiratif Dapat Apresiasi dari Yayasan AHM

Rabu, 26 November 2025 - 07:01 WIB

Bila Terpilih sebagai Rektor, Prof Yusron Akan Bawa Unram Jadi Kampus Berdaya Saing Global

Berita Terbaru

Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, saat meninjau aktifitas pasar tradisional Dasan Agung didampingi Ketua TP PKK, Sinta Agathia Iqbal dan Direktur Utama (Dirut) Bank NTB Syariah, Nazaruddin, Kamis (11/12/2025).

Ekonomi & Bisnis

Gubernur Iqbal: Saatnya Bank NTB Syariah Pulang ke Pangkuan Rakyat

Jumat, 12 Des 2025 - 08:01 WIB