MATARAM, LOMBOKTODAY.ID – Lombok Global Institute atau Logis meminta lokasi tambang yang diduga ilegal di Blok Seloto, Dusun Jorok Liang, Desa Seloto, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) untuk ditutup. Desakan tersebut disampaikan saat hearing bersama Komisi IV DPRD Provinsi NTB, pada Selasa (4/2/2025).
Direktur Eksekutif Logis, M Fihiruddin mengatakan, ada dugaan tambang Seloto dikuasai oleh oknum-oknum pejabat setempat dari Bupati hingga Sekda. ‘’Jangan mengira ini tambang kecil. Itu tambang besar dan di-back-up oleh oknum yang kita diduga selaku Bupati dan Sekda. Itu makanya tidak bisa tersentuh,’’ katanya.
Fihir menjelaskan, dulu tambang tersebut sempat ditutup atas desakan masyarakat. Namun tambang tersebut kini rencananya akan dibuka kembali dengan bertopeng koperasi. Fihir mengakui kelemahan pengawasan tambang ilegal di NTB karena tidak memiliki Satgas Penertiban Tambang.
‘’Kenapa pengawasan tambang ilegal kita lemah, karena kita tidak punya Satgas Penertiban Tambang. Dinas Kehutanan jangankan bentuk Satgas, anggaran untuk tinjau tambang juga enggak ada,’’ ucapnya.
Apalagi dengan sistem OSS saat ini, tentunya sangat mempermudah mengelola tambang. Namun kelemahannya pengawasan kurang maksimal. ‘’Jadi, dengan sistem OSS orang dari luar bisa mudah kelola tambang. Ini perlu diperketat,’’ ujarnya.
Fihir mengungkapkan bahwa tambang Seloto berada di atas, sementara tidak jauh dari lokasi tambang ada Danau Lebo yang menjadi kawasan konservasi. Limbah pembersihan tambang akan merusak habitat yang ada di danau.
‘’Masyarakat meminta WPR dicabut karena Seloto ada di atas. Air bekas limbah akan jatuh ke Danau Lebo kawasan konservasi. Ini jangan sampai Dinas Lingkungan Hidup memberikan rekomendasi tapi merusak lingkungan hidup. Kami menekankan untuk ditutup karena kami menduga oknum-oknum itu bermain dengan bertameng koperasi. Yang dapat keuntungan segelintir orang,’’ ungkapnya.
Fihir menambahkan, di Seloto ada WNA (warga negara asing) yang juga ikut mengelola tambang. Tiga dari China dan satu dari Taiwan. Untuk itu, Fihir meminta Komisi IV DPRD NTB untuk mengusut keterlibatan oknum pejabat daerah setempat dalam pengelolaan tambang tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD NTB dari Fraksi Gerindra, Iwan Panjidinata mengatakan sepakat untuk membentuk Satgas guna mengawasi pertambangan di NTB. ‘’Kami melaksanakan RDP dengan ESDM. Hasil rekomendasi kami sepakat mendukung membentuk Satgas dan penganggaran,’’ katanya.
Iwan juga meminta WNA di Kabupaten Sumbawa untuk dilakukan sweeping guna memastikan tidak menyalahi izin saat bekerja. ‘’Usulan saya seluruh WNA di Kabupaten Sumbawa di-sweeping dan dipulangkan. Karena banyak yang tidak melengkapi dokumen,’’ pintanya.
Iwan mengaku telah mengetahui sengkarut blok Seloto sejak lama. Dampak dari pertambangan ilegal di sana menyebabkan banjir yang dapat merusak sawah warga dan membunuh ternak warga. ‘’Saya yang terima demo masyarakat Seloto. Kita pahami blok Seloto cukup besar dan manfaat tidak bisa dinikmati masyarakat Seloto. Dampaknya besar seperti banjir akibat dari menambang ilegal,’’ ungkapnya.
Karenanya, ia sepakat jika tambang Seloto dikerjakan melalui BUMDes yang tentunya ada pendapatan untuk daerah. ‘’Saya lebih sepakat Seloto dikerjakan profesional melalui BUMDes. Itu lebih baik untuk masyarakat. Kalau WNA sangat tidak ada manfaatnya. Pendapatan daerah tidak dapat tapi masyarakat terkena dampak,’’ ujarnya.
Sebagai ikhtiar untuk membantu membentuk Satgas, Iwan bersama dewan Dapil KSB sepakat menggunakan anggaran melalui Pokir mereka. ‘’Kami dari Dapil KSB siap berikan Pokir kami untuk membentuk Satgas,’’ ucapnya.(LS)