KAWASAN EKONOMI TRANSMIGRASI

- Jurnalis

Senin, 28 April 2025 - 05:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lalu Niqman Zahir.

Lalu Niqman Zahir.

Oleh: Lalu Niqman Zahir │

TULISAN Kawasan Ekonomi Transmigrasi (KET) ini terinspirasi oleh ide Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah S. Suryanegara, tentang Kawasan Ekonomi Transmigrasi Terintegrasi (KETT). Namun KET ditulis dengan perspektif yang berbeda dari KETT. Sehingga diharapkan tulisan ini dapat memperkaya konsep pembangunan kawasan transmigrasi (KTrans) sebagai KET untuk masa kini dan mendatang.

KET vs KEK

KET berbeda jauh dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memilki persyaratan rigid sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan untuk KET sebaliknya, lebih longgar. Walaupun untuk menjadi KET juga harus memenuhi persyaratan tertentu.

KEK adalah area dengan batas tertentu yang berfungsi untuk kegiatan ekonomi dan mendapatkan fasilitas khusus. KEK didesain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong investasi asing, dan mendukung industrialisasi. KEK menawarkan fasilitas fiskal (misalnya, pembebasan pajak) dan non-fiskal (misalnya, kemudahan birokrasi) bagi para investor. KEK memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, investasi, dan penyerapan tenaga kerja di wilayah tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, kawasan transmigrasi (KTrans) adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi.

KTrans memiliki dua fungsi sekaligus yaitu fungsi permukiman dan tempat usaha sekaligus. Artinya KTrans selain sebagai tempat tinggal juga  menyediakan lahan dan fasilitas untuk masyarakat melakukan kegiatan ekonomi seperti usaha pertanian, peternakan, atau usaha lainnya.

KET dilaksanakan di KTrans dan juga di pusat KTrans yaitu Kawasan Perkotaan Baru (KPB). KTrans dengan ketersediaan sumber daya yang dimilikinya merupakan hinterland dari KPB. KTrans merupakan penyedia bahan baku dan lokasi industrialisasi. Sedangkan KPB sebagai kawasan perkotaan  yang fungsi utamanya sebagai pusat  perdagangan dan jasa bagi KTrans. Artinya KPB juga dapat dijadikan sebagai lokasi untuk industri. KET merupakan perpaduan antara kegiatan yang ada di KPB dan hinterland-nya yang di KTtans tersebut.

Tujuan pengembangan KET adalah mempercepat pengembangan KTrans sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis agromaritim-based industry yang dikaitkan dengan produk lainnya. Berbeda dengan KEK, KET tidak memberikan fasilitas fiskal maupun non fiskal secara khusus. Namun begitu, khusus untuk yang kemudahan non-fiskal, seyogyanya daerah dan Kementetian/Lembaga (KL), menyediakan infrastruktur cerdas, dan kemudahan, keamanan dan kenyamanan  berinvestasi.

Berbasis Klaster

Penerapan KET yang memiliki pendekatan kewilayahan adalah melalui pembangunan klaster. Klaster adalah pengembangan komoditas unggulan pada suatu unit geografi dari mulai hulu (produksi bahan mentah), pengolahan, sampai pemasaran, yang terkait dengan komoditas unggulan lainnya. Dalam pengembangan klaster dilakukan kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga penelitian, dan organisasi masyarakat madani.

Menurut Michael E, Porter (2014) pengembangan produk unggulan berbasis klaster adalah dalam rangka meningkatkan daya saing wilayah.  Lebih lanjut akan meningkatkan daya saing produk barang dan jasa yang diproduksi oleh wilayah tersebut.

Pengembangan ekonomi di KTrans selama ini masih berbasis pertanian dalam arti luas. Pengembangan industri pengolahan produk pertanian dalam KTrans masih terbatas untuk komoditas tertentu saja. Sebagai contoh adalah pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO), dan gabah menjadi beras. Pada masa mendatang hasil-hasil pertanian seperti jagung dapat diolah di lokasi KTrans menjadi pakan ternak dan ikan, atau kakao menjadi coklat dan beras dapat dijadolan makan ringan.

Sehingga nilai tambah akan diperoleh masyarakat transmigrasi, dan akan meningkatkan efek pengganda tenaga kerja dan pendapatan. (employment and income multiplier effects). Efek pengganda tenaga kerja dan pendapatan akan lebih tinggi lagi apabila sektor pertanian, industri pengolahan tersebut dikaitkan dengan pengembangan industri kreatif, pariwisata, dan ekonomi digital.

Baca Juga :  SUMBER DAYA MANUSIA DAN PEMBANGUNAN

Pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian, jyang pelakunya sebagian besar UMKM, maka nilai tambah akan diperoleh masyarakat banyak. Apalagi pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian tersebut dikaitkan dengan industri kreatif, pariwisata, , dan ekonomi digital, maka nilai tambah semakin membesar. Sehingga tingkat kesejahteraan semakin meningkat dan KTrans akan tumbuh dengan cepat menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Layaknya sebagai klaster industri, KET tersebut harus ada pengelolanya. Kalau klaster/kawasan industri dikelola oleh perusahaan, maka KET juga dikelola oleh suatu manajemen/pengelola. Dalam hal ini pengelolanya berasal dari para; dan (c) adanya komitmen pimpinan daerah yang tertuang dalam dokumen perencanaan dang penganggaran.

Dokumen perencanaan tentang kawasan transmigrasi harus ada dalam Rencana Tata Ruang Wilayah  Kabupaten dan atau Provinsi (RTRWK/P). Juga harus ada di dokumen Rencana Pembangunan Jsngka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Namun semua komitmen dalam bentuk dokumen perencanaan  tersebut tidak ada artinya apabila pimpinan daerah tidak memiliki afirmasi pembiayaan pembangunan kawasan transmigrasi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dengan saringan persyaratan seperti itu maka KTrans akan dikembangkan sebagai KET. Apabila terpilih 3 (tiga) Ktrans, dan tersebar secara geografis itu sudah sangat baik. Jangan berpikir untuk diterapkan di banyak lokasi dulu, karena akan menjadi tidak fokus dan kemungkinan kegagalannya besar.

Secara matematis pengembangan KET merupakan fungsi dari kepemimpinan (K), Kelembagaan (L), Sumber Daya Manusia yang kompeten (S), Inovasi dan Kreativitas (IK), modal sosial budaya (SB), modal sumber daya alam dan lingkungan (SDAL), pasar baik domestik maupun luar negeri (P), infrastruktur cerdas (IC), dan investasi.   Fungsi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

KET = (K, L, S, IK, SB, SDAL, P, IC, I).

Secara rinci uraian dari masing-masing faktor tersebut sebagai berikut:

  1. Berdasarkan pengalaman,  kepemimpinan di daerah, baik di provinsi maupun khususnya di aras kabupaten/kota ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengembangan KET. Faktor kepemimpinan ini diimplementasikan dalam bentuk dokumen perencanaan maupun anggaran. Selain itu pemimpin daerah melakukan koordinasi dengan KL, dunia usaha, dan donor, agar mereka dapat diyakinkan untuk membangun. Termasuk di dalamnya agar mempromosikan dan memasarkan produk barang dan jasa yang diproduksi oleh KET.
  2. Kelembagaan menyangkut aturan main (peraturan perundang-undangan) agar tata kelolanya baik (good governance). Pemerintah daerah dan pusat harus bertekad untuk memberantas korupsi, premanisme dan pungutan liar, agar investor mau menginvestasikan modalnya. Selain aturan main, kelembagaan juga meliputi lembaga pengelola KET tersebut.
  3. Sumber daya manusia (SDM) yang kompeten merupakan suatu keniscayaan agar mampu menciptakan inovasi dan kreativitas. Kompetensi di bidang teknologi digital sangat diperlukan di era Industri 4.0 ini. Kompetensi SDM yang memadai diharapkan dapat meningkatkan produktivitas produk barang dan jasa, sehingga akan meningkatkan daya saing wilayah dan produk barang dan jasa;
  4. Inovasi dan kreativitas saat ini menjadi kekuatan baru yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini akan meningkatkan daya saing dari produk barang dan jasa. Bahkan Inovasi yang terkait dengan teknologi digital dapat meningkatkan posisi geoteknologi daerah dan nasional. Inovasi ini akan tercipta apabila pemerintah dan lembaga/penelitian memiliki kemampuan untuk membuat Inovasi bagi pengembangan KET, mulai dari hulu sampai hilir. Hasil Inovasi ini perlu didesiminasikan kepada pelaku usaha di kawasan transmigrasi dengan baik. Agar mereka mau mengadopsinya dan mampu mengimplentasikannya;
  5. Modal sosial dan budaya sangat penting. Modal sosial yang direpresentasikan dengan adanya kerekatan sosial, dan gotong royong merupakan modal yang sangat penting bagi pengembangan KET. Demikian juga dengan modal budaya, apabila dimanfaatkan dapat mendorong ekonomi kreatif dan pariwisata;
  6. Sumber daya alam dan lingkungan merupakan hal yang sangat penting, yang dapat mempengaruhi posisi geoekonomi suatu daerah maupun nasional. Apalagi Indonesia memiliki  sumber daya alam yang beragam. Sehingga akan dapat dikembangkan ekonomi yang beragam. Keragaman pengembangan ekonomi daerah yang bersumber dari kawasan transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan kekuatan struktur perekonomian nasional;
  7. Pasar, baik pasar domestik maupun luar negeri adalah suatu keharusan. Pengembangan KET tidak hanya mengandalkan supply side strategy tapi yang paling penting adalah demand side strategy. Indonesia beruntung memiliki jumlah penduduk yang besar, walau daya belinya belum besar. Sehingga dalam kondisi perang dagang yang terjadi saat ini, pengembangan KET dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, contohnya  pangan. Namun untuk beberapa komoditas ekspor seperti minyak sawit, kakao dan produk coklat, maupun karet tetap perlu ditingkatkan. Dengan melakukan diversifikasi pasar luar negeri, diharapkan dapat menyerap produk-ptoduk tersebut;
  8. Infrastruktur Cerdas. Infrastruktur cerdas merupakan kombinasi antara infrastruktur konvensional (Infrastruktur transportasi, energi, telekomunikasi, air, dan sanitasi)  dengan infrastruktur digital (Internet, AI, robotik, big data, drone dan lain sebagainya). Ketersediaan infrastruktur cerdas yang merupakan ketersediaan infrastruktur yang berwujud (tangible infrastructure) harus disertai juga infrastruktur tak berwujud (intangible infrastruktur). Bentuk infrastruktur tak berwujud ini adalah rasa aman dan nyaman. Sehingga para pelaku usaha betah untuk berusaha dan tinggal di KET; dan
  9. Investasi, baik dari pemerintah maupun investor dari dalam negeri maupun luar negeri. Investasi dari dunia usaha merupakan motor penggerak utama bagi pengembangan KET. Oleh karena itu pemerintah daerah dan pusat harus dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan tata kelola yang baik, adanya kepastian hukum, memberantas korupsi, premanisme dan pungutan liar, dan penyediaan infrastruktur cerdas yang berwujud maupun tak berwujud yang memadai.
Baca Juga :  PENGEMBANGAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN BARU DI NTB

Akankah Daerah Terpikat?

KET seharusnya dapat memikat daerah untuk mengembangkannya. Karena tanpa fasilitasi pembiayaan dari Kementrans sekalipun, KET ini dapat sebagai motor penggerak pembangunan daerah. Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi telah menjadikan 116 ibukota kabupaten, dan  tiga ibu kota provinsi.

Bahkan kalau dihitung sejak masa kolonial Belanda, ada satu yang sudah terbentuk sejak 1968, yaitu Kota Metro di Provinsi Lampung. Dengan pengalaman keberhasilan membangun pusat-pusat pertumbuhan yang masif dan tersebar di seluruh Indonesia, seharusnya dapat memikat daerah. Apalagi kalau ada insentif dari Kementerian Transnigrasi baik dari sisi anggaran maupun lainnya.

Fasilitasi anggaran tentu tidak hanya dari Kementrans itu sendiri tapi dapat juga dari K/L lainnya yang terkait. Selain itu Kementrans juga dapat mempromosikan kepada dunia usaha baik dari dalam maupun luar negeri. Sehingga diharapkan investasi dapat mengalir KET.

Selain itu ada sumber lainnya yang masih belum banyak dimanfaatkan dari dana hibah yang berasal dari donor. Bila para pejabat di Kementrans memilkki kemampuan political savvy yang tinggi, maka baik KL, investor maupun donor akan mau membangun KET. Apalagi di masa  efisiensi APBN/APBD, maka investasi dari dunia usaha dan hibah dari donor sangat diperlukan.

Fasilitasi Kementrans seyogyanya  bukan terbatas pada investasi atau anggaran. Tapi juga diperlukan Pendampingan dan advokasi untuk pengembangan KET. Terakhir fasilitasi yang diharapkan dari Kementrans adalah mempromosikan dan memasarkan produk barang dan jasa dari KET baik untuk pasar domestik maupun luar negeri.

Apabila fasilitasi dilakukan secara serius selama lima sampai 10 tahun saja, diharapkan KET tersebut dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keberhasilan ini tentu akan dapat dijadikan pembelajaran baik untuk direplikasikan di Ktrans lainnya.(*)

Pendiri dan Peneliti Senior Nusantara Institute for Sustsinable Development (NAISD) dan saat ini menjabat sebagai Deputi Administrasi Sekretariat Jenderal DPD RI

Berita Terkait

KORUPSI DI INDONESIA SEPERTI BUTIR-BUTIR PASIR DI RODA
JURUS BERKELIT DARI TARIF TRUMP
REPOSISI GEOEKONOMI INDONESIA
UTANG DAN KETERCAPAIAN PERTUMBUHAN 8 PERSEN
KOPERASI DESA, CASING LAMA DENGAN MEREK BARU
Mengawal 100 Hari Pertama Kepala Daerah
TRANSFORMASI DIGITAL UNTUK DAERAH
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM, SUATU KENISCAYAAN

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 05:07 WIB

KAWASAN EKONOMI TRANSMIGRASI

Senin, 21 April 2025 - 06:10 WIB

KORUPSI DI INDONESIA SEPERTI BUTIR-BUTIR PASIR DI RODA

Senin, 14 April 2025 - 06:02 WIB

JURUS BERKELIT DARI TARIF TRUMP

Senin, 24 Maret 2025 - 02:28 WIB

REPOSISI GEOEKONOMI INDONESIA

Senin, 17 Maret 2025 - 04:12 WIB

UTANG DAN KETERCAPAIAN PERTUMBUHAN 8 PERSEN

Berita Terbaru

Lalu Niqman Zahir.

NGIRING REMBUG

KAWASAN EKONOMI TRANSMIGRASI

Senin, 28 Apr 2025 - 05:07 WIB

Ketua Umum HIMALO, H Karman BM saat menyampaikan sambutan.

Pariwisata Seni Budaya

Masyarakat Lombok Diaspora Gelar Halal Bihalal dengan Menampilkan Budaya Adat Sasak

Minggu, 27 Apr 2025 - 14:08 WIB

Samudra Putra (kanan) dan Raja Agung Nusantara (kiri).

Hukum & Kriminal

Tangani Kasus LCC, Kejati NTB Dinilai Arogan

Minggu, 27 Apr 2025 - 13:16 WIB