Oleh: H. Fahrurrozi Dahlan, QH |
عن بن مسعود رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال ثلاث من رزقهن فقد رزق خيرى الدنيا والاخرة الرضا بالقضاء والصبر عند البلاء والدعاء عند الرخاء.
Artinya:
Tiga perkara yang jika seseorang diberi maka ia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat: ridha dengan qada’ (ketentuan Allah), sabar ketika ditimpa musibah, dan berdoa ketika dalam keadaan lapang.
Hadits tersebut menjelaskan tentang tiga perkara yang sangat penting bagi seorang Muslim untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Ketiga perkara tersebut adalah:
Pertama: Ridha dengan Qada’ (الرضا بالقضاء): Ridha dengan qada’ berarti menerima dengan sabar dan ikhlas segala ketentuan Allah SWT, baik itu berupa kesenangan maupun kesulitan. Seseorang yang ridha dengan qada’ akan merasa tenang dan damai dalam menghadapi segala situasi.
Kedua: Sabar Ketika Ditimpa Musibah (الصبر عند البلاء): Sabar ketika ditimpa musibah berarti tetap tenang dan tidak putus asa ketika menghadapi kesulitan atau ujian. Seseorang yang sabar akan dapat menghadapi kesulitan dengan lebih baik dan tidak terjebak dalam keputusasaan.
Ketiga: Berdoa Ketika dalam Keadaan Lapang (الدعاء عند الرخاء): Berdoa ketika dalam keadaan lapang berarti mengingat Allah SWT dan memohon pertolongan-Nya tidak hanya ketika menghadapi kesulitan, tetapi juga ketika dalam keadaan baik-baik saja. Seseorang yang berdoa dengan sungguh-sungguh akan dapat merasakan kedekatan dengan Allah SWT dan memperoleh kekuatan untuk menghadapi segala situasi.
Dengan memiliki ketiga perkara tersebut, seseorang dapat mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Ridha dengan qada’, sabar ketika ditimpa musibah, dan berdoa ketika dalam keadaan lapang dapat membantu seseorang untuk hidup dengan lebih tenang, damai, dan harmoni.
TIGA HAMBA ALLAH YANG PALING BESAR COBAAN HIDUPNYA: PESAN NABI MUHAMMAD SAW.
وروى ابو هريرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه سئل أي الناس أشد بلاء قال عليه الصلاة والسلام الانبياء ثم الصالحون ثم الامثل فالامثل.
Maknanya:
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah ditanya, Siapakah orang yang paling berat ujiannya?’ Beliau menjawab, ‘Para nabi, kemudian orang-orang yang saleh, kemudian orang yang paling utama, dan seterusnya.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, diikuti oleh orang-orang yang saleh, dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah SWT, maka semakin berat pula ujiannya.
Mengapa Para Nabi Mendapatkan Ujian yang Berat?
Para nabi mendapatkan ujian yang berat karena mereka memiliki peran yang sangat penting dalam menyampaikan risalah Allah SWT kepada umat manusia. Mereka harus menghadapi tantangan dan kesulitan dalam menyampaikan pesan ilahi, serta menghadapi penolakan dan pengkhianatan dari kaumnya.
Mengapa Orang-Orang Saleh Juga Mendapatkan Ujian?
Orang-orang saleh juga mendapatkan ujian karena mereka ingin meningkatkan derajat mereka di sisi Allah SWT. Ujian yang mereka hadapi dapat membersihkan dosa-dosa mereka dan meningkatkan kesabaran serta keimanan mereka.
Pelajaran yang Dapat Diambil dari hadis tersebut:
Hadits ini memberikan beberapa pelajaran penting, antara lain:
Pertama: Ujian adalah Bagian dari Kehidupan: Ujian adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari. Setiap orang akan menghadapi ujian dalam bentuk yang berbeda-beda.
Kedua: Semakin Tinggi Derajat, Semakin Berat Ujian: Semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah SWT, maka semakin berat pula ujiannya.
Ketiga: Sabar dan Tawakal: Sabar dan tawakal adalah kunci untuk menghadapi ujian dengan baik.
Dengan memahami hadits ini, kita dapat meningkatkan kesabaran dan keimanan kita dalam menghadapi ujian dan kesulitan dalam hidup.
DUA PONDASI UTAMA UNTUK MERAIH KEBAIKAN DAN KEBERHASILAN: NASIHAT SYAIKH ABD. ROZZAQ ABDUL MUHSIN AL-BADRI.
اساس لتحصيل الصلاح واكتسابه ونيله الا وهى ان الصلاح لا ينال بأمرين
الاول توفيق الله تعالى
وهدايته وعونه وتيسيره وتسديده. فالهادى هو الله وهو وحده الموفق والامور بيده جلا وعلا ومن يهد الله فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له وليا مرشدا. [الكهف: ١٧]. وقال تعالى والله يدعو الى دار السلام ويهدى من يشاء الى صراط مستقيم [يونس:٢٥].
فالهداية بيده والصلاح بيده والتوفيق بيده وما شاء كان وما لم يشأ لم يكن.
والامر الآخر: سعي الانسان وبذله جهده ووسعه فى نيل الصلاح وطلبه سلوك اسبابه ووسائله.
وفد جمع النبي صلى الله عليه وسلم بين هذين الامرين فى قوله عليه الصلاة والسلام فى الحديث الصحيح : إخرص على ما ينفعك واستعن بالله [رواه مسلم].
احرص على ما ينفعك : بذل الانسان النافعة والوسائل المفيدة التى ينال بها الصلاح وتتحقق من خلالها الهداية.
واستعن بالله: كن متعمدا عليه متوكلا عليه طالبا عونه راجيا منه.
Syaikh Abd. Rozzaq ibn Abd. Muhsin al-Badri dalam karyanya, Sifát al-Zaujah al-Shalihah, h. 7-9. Sebagai berikut:
Bahwa untuk mencapai keshalihan dan kebaikan, ada dua hal yang perlu dipahami:
Pertama: Taufik dari Allah SWT
Keshalihan dan kebaikan tidak dapat dicapai tanpa taufik dari Allah SWT. Allah SWT adalah satu-satunya yang dapat memberikan petunjuk dan taufik kepada manusia. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:
Dan Allah menyeru (manusia) ke rumah keselamatan (surga), dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus kepada siapa yang Dia kehendaki. (QS Yunus: 25).
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka kamu tidak akan menemukan bagi mereka pelindung selain Dia. (QS Al-Kahfi: 17).
Kedua: Usaha Manusia
Selain taufik dari Allah SWT, manusia juga perlu berusaha dan melakukan yang terbaik untuk mencapai keshalihan dan kebaikan. Ini berarti melakukan amal saleh, mencari ilmu yang bermanfaat, dan melakukan perbuatan baik lainnya.
Keseimbangan Antara Taufik dan Usaha
Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan keseimbangan antara taufik dan usaha dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah. (HR Muslim).
Dalam hadits ini, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kita untuk:
Pertama: Berusaha untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagi kita, yaitu dengan melakukan amal saleh dan mencari ilmu yang bermanfaat.
Kedua: Mintalah pertolongan kepada Allah SWT, yaitu dengan berdoa, bertawakal, dan meminta bantuan-Nya.
Dengan memahami keseimbangan antara taufik dan usaha, kita dapat mencapai keshalihan dan kebaikan dalam hidup kita.
والله اعلم بالصواب واليه المرجع والمآب
Penulis adalah Akademisi UIN Mataram.

					





						
						
						
						
						








