Oleh: Agus Marta Haryadi │
HARI INI, Sabtu (30/8/2025), NTB membara dengan terbakarnya Gedung Kantor DPRD NTB yang merupakan aset milik negara, milik daerah NTB, yang dibangun atau didapatkan dengan dana APBD.
Ada apa ini? Ada yang mengaitkannya dengan isu yang kini sedang menghangat secara nasional yaitu tentang upaya gerakan pemakzulan Gibran sebagai Wakil Presiden. Bahkan lebih dari itu yaitu menganggap adanya pengalihan isu untuk mengembalikan Polisi ke TNI. Ada juga yang menarik kejadian ini sebagai trik jitu penghapusan jejak ‘’Dana Siluman’’. Atau sekadar nyinyir ini soal keinginan bagi-bagi proyek untuk membangun kembali Gedung Kantor DPRD NTB. Ada yang lantang berucap ‘’wah ini karena kita tidak lagi sadar dan peka lingkungan …!!!’’. Tapi ada juga yang menyenggol perihal ketidakmampuan dan lambannya Pemprov NTB dalam penyerapan anggaran dan persoalan realisasi deviden dari BUMD yang masih 0 (nol).
Membaranya api yang membakar setiap puing bangunan Gedung Kantor DPRD NTB tidak sepanas gerakan pembangunan di NTB yang berjalan hampir 1 (satu) tahun dalam periodesasi ini.
Terlihat dari Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB semester I tahun 2025 baru 38,06% atau Rp2,367 triliun dari target Rp6,218 triliun. Terhadap realisasi tersebut, belanja modal dalam posisi terpuruk yaitu hanya 8,27% dari total realisasi tersebut.
Rendahnya serapan anggaran di bawah rata-rata provinsi ini disinyalir terjadi pada lima OPD, di antaranya; Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kesehatan, dan Bakesbangpoldagri. Misalnya di Dinas Perumahan dan Pemukiman, dari total proyek 1.103 paket, yang sudah masuk fase kontrak baru sekitar 580 paket. Demikian di Dinas PUPR, juga sudah mulai masuk fase kontrak. Indikasi kinerja OPD belum maksimal, yaitu karena serapan anggaran rendah berarti belanja rendah yang menyebabkan SILPA tinggi. Yang berarti terjadi overliquidity (kelebihan likuiditas), dan rentan kena sanksi pusat sehingga dana transfersnya bisa ditahan. Pemprov NTB harus hati-hati, karena Kemenkeu bisa menilai NTB tidak siap untuk menyerap dan menggunakan dana.
Hal tersebut diperparah lagi dengan penyerapan deviden dari BUMD masih 0 (nol). Di mana diketahui bahwa bagi daerah seperti NTB penyerapan deviden sangatlah penting yaitu menjadi sumber PAD, yang kemudian dapat digunakan untuk membiayai program-program pembangunan atau kegiatan pemerintahan lainnya. Menjadi catatan paling penting adalah realisasi dividen dari BUMD masih 0 (nol), ini diakibatkan dari kebijakan perombakan pimpinan BUMD dan telatnya RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
Kembali kepada berita di atas soal membaranya Gedung Kantor DPRD NTB. Bahwa hal itu bisa ditanggulangi dan diantisipasi apabila ada kerja cepat, tepat, dan gercep dari pemerintah NTB, yaitu dalam membaca situasi dan ada gerakan solutif agar hal itu tidak terjadi. Sederhana saja yaitu dengan cara melakukan koordinasi internal Pemerintah Daerah, Kepolisian dan TNI. Memperkuat sinergitas dan membangun kerja kolaboratif serta memperluas partisipatif warga.(*)