MATARAM, LOMBOKTODAY.ID – Tak sedikit retribusi industri-industri besar di NTB yang telah digelontorkan bagi pembangunan daerah. Hanya saja bantuan yang diberikan sebagai salah satu sumber Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) yang dikelola Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tak dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal tersebut mendorong adanya sistem yang lebih baik sebagai mekanisme distribusi langsung.
Eef Saifuddin, Aktivis Ikatan Masyarakat Paer Lauk (IKMAPALA), pada Rabu (28/5/2025) mengajukan gagasan agar mekanisme distribusi retribusi dapat diterima langsung oleh masyarakat melalui sistem Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kebijakan tersebut menurutnya lebih konkret dirasakan oleh masyarakat, khususnya bagi setiap Kepala Keluarga (KK).
Salah satu industri besar NTB yang mengelola emas dan tembaga adalah PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT) yang di dalamnya juga terdapat saham daerah. “Saya usulkan bagaimana misalnya kalau retribusi PT. AMNT dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) langsung dibagikan ke rakyat per-KK biar bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.
Meski kebijakan tersebut terkesan sulit, namun menurut Eef, tak ada yang mustahil bisa terjadi selama itu memiliki nilai manfaat hang besar bagi masyarakat NTB. Mengingat kondisi ekonomi masyarakat NTB mengalami ketimpangan yang jauh antara masyarakat memiliki ekonomi menengah ke atas dengan masyarakat akar rumput pra sejahtera.
Hal tersebut menurutnya cukup menjadi alasan kenapa afirmasi distribusi melalui BLT mesti dilakukan agar masyarakat merasakan dampak kehadiran industri besar di NTB yang selama ini hanya dikenal namanya oleh masyarakat tapi kontribusi langsungnya tak dirasakan oleh masyarakat pra sejahtera, khususnya di lingkar areal industri tersebut berdiri.
“Tidak ada yang mustahil dilakukan, semuanya bisa biar rakyat cepat makmur, masalahnya sekarang kondisi ekonomi rakyat berbeda-beda, ada yang isi dompet tebal ada pula yang isi dompet kosong. Gapnya harus diperkecil supaya tidak jomplang antara keduanya,” bebernya.
Selama secara regulasi tak salah, sambung Eef, selama itu juga kemungkinan kebijakan masih terbuka untuk dilakukan. Tinggal yang dibutuhkan adalah kemampuan mempresentasikan gagasan ke pemerintah pusat agar gagasan ini dapat diterima secara rasional berbasis fakta di lapangan. Kondisi ini dirasakan sebagian besar masyarakat NTB saat ini.
Lewat langkah semacam itu angka putus sekolah karena ekonomi dapat diatasi, begitu halnya dengan anak stunting dan terlantar di jalanan. “Tak ada yang salah sepanjang tidak melanggar aturan, tinggal dikonsultasikan ke pemerintah pusat, toh juga kembali ke rakyat. Sehingga tidak ada lagi kita temukan anak putus sekolah dan anak yang stunting, tidak ada lagi kita jumpai anjal yang minta-minta dan ngamen di sepanjang jalan,” tutupnya.(mbq)