JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID — Porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalir ke daerah semakin besar dan telah disesuaikan dengan kebutuhan implementasi Asta Cita.
Hal itu diutarakan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bidang Ekonomi dan Pembangunan, Tamsil Linrung. Menurutnya, program-program strategis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), koperasi, dan ketahanan pangan diharapkan menjadi katalisator baru bagi tumbuhnya ekonomi daerah, sekaligus memberikan dampak langsung pada masyarakat.
“Kita memasuki era arsitektur baru dalam kebijakan anggaran negara yang dibingkai visi besar Asta Cita. TKD tidak lagi jadi instrumen tunggal keberpihakan pusat pada daerah. Kita harus melihat ini secara komprehensif,” ujar Tamsil di Kompleks Parlemen, Rabu (20/8/2025).
Menurut sosok yang dijuluki sebagai Maestro Anggaran ini, program ketahanan pangan, makan bergizi gratis, pembangunan desa, koperasi, UMKM, hingga fasilitas kesehatan, semuanya mengalir ke daerah dan memberi manfaat nyata kepada masyarakat.
Karena itu, politisi yang pernah memimpin Badan Anggaran DPR RI ini menekankan, bahwa pengurangan dana transfer ke daerah dalam skema konvensional seharusnya disikapi bukan sekadar sebagai tantangan, melainkan momentum bagi pemerintah daerah untuk lebih kreatif dalam mengoptimalkan potensi fiskal masing-masing.
Ia menilai, kebijakan ini merupakan stimulan bagi daerah untuk menggali potensi pendapatan yang selama ini belum tergarap maksimal. Kapasitas fiskal daerah bisa diperkuat dengan instrumen-instrumen kreatif di luar ketergantungan pada pusat. Salah satunya adalah penerbitan obligasi daerah (municipal bond) untuk mendanai proyek bernilai ekonomi tinggi dan berdampak langsung pada masyarakat.
“Obligasi daerah bukan hanya instrumen pembiayaan, tetapi juga sarana bagi daerah untuk membangun kepercayaan pasar. Dengan tata kelola yang transparan, obligasi dapat menjadi motor pembangunan baru yang menegaskan kemandirian fiskal daerah,” ujar Tamsil.
Ia mencontohkan, pemerintah kota madya bisa memaksimalkan jalur utilitas sebagai potensi komersial. Skema ini bukan hanya mendukung penataan kota yang lebih modern, tetapi juga mampu memperkuat pendapatan asli daerah.
“Alternatif pendapatan itu banyak. Mulai dari pengelolaan aset, pengembangan kawasan ekonomi, sektor energi, hingga jalur utilitas. Yang penting adalah keberanian pemerintah daerah untuk melakukan inovasi fiskal dengan tetap menjaga tata kelola yang sehat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ia mengingatkan bahwa kepala daerah juga memiliki peran sentral dalam merancang dan merencanakan program pembangunan. Program-program itu bisa lahir dari janji politik kepala daerah maupun proyeksi arah pembangunan jangka panjang. Di sinilah, menurutnya, pemerintah daerah dituntut untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan berbasis potensi lokal.
“Otonomi daerah telah memberi ruang yang sangat luas bagi pemerintah daerah untuk menarik investasi. Ruang itu harus dimanfaatkan dengan kebijakan yang berani, kreatif, dan berpihak pada masyarakat,” kata Tamsil.
Ia menegaskan bahwa pembangunan daerah harus digerakkan secara gradual dengan kombinasi antara kebijakan pusat dan inisiatif lokal. Baginya, pengurangan dana transfer konvensional justru menjadi ujian sejauh mana daerah mampu mengoptimalkan potensinya.
“Inisiatif daerah harus bergerak lebih kuat. Sinergi antara pusat dan daerah akan menentukan seberapa tangguh kita membangun kemandirian fiskal ke depan,” pungkasnya.(arz)