JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) menegaskan, bahwa permasalahan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) masih menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan perhatian Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan isu narkoba sebagai salah satu isu strategis dalam misi Asta Cita ke-7.
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Erni Daryanti menegaskan, UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengamanatkan pentingnya rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu maupun korban penyalahgunaan narkotika.
“Pendekatan kesehatan ini diharapkan dapat memulihkan para pecandu agar tidak semata-mata dipidana,” ucapnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (8/9/2025).
Senator asal Provinsi Kalimantan Tengah ini menjelaskan, bahwa Komite III DPD RI juga mencatat sejumlah kendala dalam pelaksanaan rehabilitasi. Menurutnya, kendala yang paling mendesak adalah terbatasnya jumlah fasilitas dan tenaga rehabilitasi, tingginya biaya perawatan, serta kurangnya integrasi antara layanan kesehatan.
“Untuk itu, Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta memiliki peran strategis sebagai pusat layanan rehabilitasi nasional. Namun, dukungan fasilitas, tenaga, serta integrasi lintas sektor harus diperkuat agar pemulihan pecandu berjalan optimal,” ujar Erni Daryanti.
Data Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2023 menunjukkan angka prevalensi sebesar 1,73 persen atau sekitar 3,3 juta penduduk Indonesia berusia 15–64 tahun. Angka ini meningkat signifikan terutama pada kelompok umur 15–24 tahun.
Sementara itu, data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2024 mencatat penurunan sekitar 0,6 persen jumlah pengguna narkoba yang berhasil berhenti, atau sekitar 1 juta jiwa berhasil diselamatkan. Meski demikian, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 281,6 juta jiwa, kondisi ini masih membutuhkan perhatian serius.
Sementara itu, Direktur Utama RSKO Jakarta, Yuwanda Nova menjelaskan, bahwa masyarakat masih memandang sebelah mata pecandu narkoba. Bahkan, pengguna dicap sebagai “sampah keluarga” yang dianggap sebagai beban sehingga pecandu semakin terjerumus.
“Di rumah ia dianggap sebagai beban keluarga karena tidak mau kerja, dan bermalas-malasan. Padahal, ia pasien yang harus disembuhkan, apalagi mereka rata-rata usia produktif. Jadi mereka harus dibantu untuk melakukan penyembuhan,” kata Yuwanda.
Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI Provinsi Jawa Tengah, Denty Eka Widi Pratiwi menilai, tren penurunan rehabilitasi memang menunjukkan keberhasilan pencegahan. Namun, peredaran narkoba kini semakin canggih, termasuk melalui jalur dunia maya.
“Narkoba erat kaitannya dengan pergaulan bebas dan masalah kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda. Banyak pengguna berasal dari keluarga yang tidak utuh (broken home). Karena itu, ketahanan keluarga harus diperkuat agar menjadi benteng pertama dalam pencegahan narkoba,” ungkap Denty.(arz)