MATARAM, LOMBOKTODAY.ID – Program Bincang Kamisan besutan Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfotik) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) edisi ke-18 menghadirkan pembahasan mendalam mengenai mitigasi bencana dan perubahan iklim di Provinsi NTB.
Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pewarta kantor berita Antara yang menyoroti tantangan perubahan iklim, peningkatan kesiapsiagaan menghadapi bencana, serta peran media dalam penyebaran informasi kebencanaan yang berlangsung di Unit Pelayanan Teknis Layanan Digital Command Center, Kantor Gubernur NTB, Kamis (20/11/2025).
Prakirawan Ahli Muda BMKG Stasiun Zainuddin Abdul Madjid (ZAM), Dhian Yulie Cahyono menjelaskan, bahwa perubahan iklim global saat ini banyak dipicu oleh perkembangan industri dunia. ‘’Revolusi industri menjadi penyebab meningkatnya suhu bumi yang berdampak pada perubahan musim dan cuaca ekstrem,’’ jelasnya.
Dhian menuturkan, puncak musim hujan di NTB diprediksi terjadi pada Desember hingga Januari mendatang. Sementara ini, pada akhir November curah hujan mulai merata di seluruh wilayah NTB. Ia juga mengingatkan bahwa potensi megathrust telah terkonfirmasi secara ilmiah meski waktu terjadinya tidak dapat diprediksi.
‘’Namun Indonesia kini sudah dilengkapi sensor pemantauan gempa bumi dan ketinggian muka air, sehingga deteksi dini dapat dilakukan lebih baik,’’ katanya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD NTB, H Ahmadi, menegaskan pentingnya mitigasi bencana yang dilakukan secara berkelanjutan. ‘’Kita harus membangun kesiapsiagaan setiap saat, karena bencana bisa terjadi kapan pun,’’ tegasnya.
Ahmadi menambahkan, bahwa mitigasi membutuhkan sinergi lintas sektor serta jaringan kerja yang kuat. Terkait potensi gempa bumi yang dapat memicu tsunami, Ahmadi mengingatkan bahwa waktu evakuasi sangat terbatas.
‘’Waktu antara gempa dan kemungkinan datangnya tsunami hanya sekitar 10 hingga 20 menit. Jika waktu tersebut tidak dimanfaatkan, risiko jatuhnya korban jiwa akan sangat besar. Karena itu, masyarakat harus memiliki kemampuan evakuasi mandiri,’’ ujarnya.
Dari sisi media, pewarta Antara, Sugiarto Purnama menjelaskan, bahwa media massa memiliki akses cepat terhadap informasi kebencanaan melalui kanal resmi BMKG. ‘’Media bisa mendapatkan data dan informasi langsung melalui grup online dengan BMKG,’’ jelasnya.
Sugiarto menekankan, bahwa akurasi informasi adalah kunci agar pemberitaan maupun informasi kebencanaan dapat dipercaya publik. ‘’Ketika berita memiliki basis data yang kuat, masyarakat akan lebih percaya,’’ ucapnya.
Beberapa hal lain akibat perubahan iklim dari diskusi Bincang Kamisan edisi pekan ini tidak hanya terkait bencana, namun juga aspek lain secara sosial dan ekonomi seperti pergeseran musim tanam, perubahan lingkungan dan ekosistem serta ketahanan manusia beradaptasi dengan perubahan iklim yang semakin ekstrem, sehingga diperlukan langkah-langkah nyata dalam pencegahan dengan literasi dan kesadaran bersama.(Sid)
















