JAKARTA, LOMBOKTODAY.ID – Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma menyoroti maraknya para pemain judi online atau judol yang kini sudah menyasar usia anak hingga remaja yang jumlahnya terbilang tinggi di Indonesia. Itu sebabnya, Filep mengaku prihatin dengan kondisi ini lantaran judol tersebut jelas sangat berdampak buruk bagi generasi muda.
‘’Masalah judol ini sudah sangat meresahkan, tidak hanya marak di kalangan orang dewasa, namun juga di kalangan anak-anak dan para pemuda kita. Kondisi ini jelas harus menjadi perhatian dan kewaspadaan kita bersama. Utamanya pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang tegas dan mengikat, bila perlu sampai pada lingkungan sekolah dan perguruan tinggi,’’ kata Filep, dalam keterangan resminya, Jumat (6/12/2024).
Seperti diketahui, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pengguna judi online tertinggi, yakni dengan total pengguna mencapai 8,8 juta orang dengan perputaran uang mencapai Rp900 triliun di tahun 2024. Berdasarkan data demografi, sekitar 2% pemain judi online atau sekitar 80 ribu orang berasal dari kelompok usia di bawah 10 tahun. 11% pemain berusia antara 10 hingga 20 tahun, dengan jumlah sekitar 440 ribu orang.
Kemudian, kelompok usia 21 hingga 30 tahun menyumbang 13% dari total pemain atau sekitar 520 ribu orang. Pemain berusia antara 30 hingga 50 tahun merupakan kelompok terbesar, mencapai 40% atau sekitar 1,640 juta orang, sedangkan pemain yang berusia di atas 50 tahun mencakup 34%, dengan total sekitar 1,350 juta orang.
‘’Poin utama dalam pemberantasan judi online seharusnya juga terfokus pada pencegahan yang berbasis pendidikan. Tindakan pencegahan yang tepat tidak hanya menitikberatkan pada sosok atau simbol seperti melibatkan figur atau influencer seperti usul Mendikdasmen Abdul Mu’ti, tetapi pada bagaimana memberikan pemahaman kepada siswa dan mahasiswa mengenai dampak-dampak judi online. Generasi muda saat ini cenderung lebih mudah terpengaruh dan tergerus dunia digital, sehingga pendekatan berbasis figur hiburan, meskipun memiliki dampak sosial, tidak cukup relevan dalam mengatasi permasalahan yang bersifat lebih teknologis dan psikologis,’’ ungkapnya.
Oleh sebab itu, Senator asal Papua Barat itu menekankan, pencegahan yang efektif harus melibatkan pendidikan berbasis teknologi dan informasi, yang lebih dekat dengan pengalaman dan gaya hidup digital generasi muda. Menurutnya, kampanye pencegahan memang sebaiknya dilakukan melalui media sosial, aplikasi edukasi, dan konten interaktif yang lebih relevan dengan kebiasaan generasi muda.
‘’Pendekatan yang digunakan harus tepat sasaran dan tidak mengambang di permukaan saja. Maka pencegahan judol seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, dimulai dari elemen negara atau pemerintah yang harus memberikan contoh yang baik, khususnya bagi anak-anak, siswa, dan mahasiswa. Pemerintah memiliki peran strategis dalam mendidik generasi muda agar terhindar dari bahaya judi online, yang tidak hanya merusak aspek ekonomi, tetapi juga dapat menghancurkan moral dan karakter,’’ tegas Filep.
Tak hanya itu, Filep pun menyoroti fenomena yang ada, di mana permasalahan serius muncul ketika beberapa elemen negara turut terlibat dalam praktik judi online. Faktanya, sejumlah pejabat dan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dilaporkan ditangkap terkait judi online yang diduga melibatkan penyalahgunaan wewenang.
‘’Kasus semacam ini menggambarkan adanya inkonsistensi dalam penegakan hukum, pihak yang seharusnya menjadi pelindung dan pengawas justru terlibat dalam praktik ilegal tersebut, ini sangat miris. Kasus lain yang melibatkan pejabat negara dan aparat keamanan menunjukkan bahwa perjudian online tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga dapat merusak institusi sosial dan pemerintahan. Salah satunya adalah kasus anggota kepolisian yang terlibat judi online, seperti Briptu RDW yang menyebabkan keretakan rumah tangga hingga berujung pada tindak kekerasan. Kasus ini menggambarkan bahwa dampak dari perjudian online bisa sangat merusak, tidak hanya bagi individu yang terlibat langsung, tetapi juga bagi masyarakat terutama kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,’’ ungkapnya.
Oleh sebab itu, Filep mendorong adanya pendekatan yang berfokus pada pengawasan yang lebih ketat di kalangan siswa-siswi dan mahasiswa. Pemerintah dapat melakukan pemblokiran situs judi online utamanya yang diakses oleh generasi muda, mengingat generasi muda merupakan kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh judi online.
‘’Dalam hal ini, upaya pencegahan judi online menjadi penting untuk memperkuat pengawasan di lingkungan pendidikan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Upaya ini tidak hanya melibatkan pihak pemerintah, tetapi juga orang tua, lembaga pendidikan, serta masyarakat, untuk menciptakan keamanan digital dari bahaya judi online yang semakin kompleks,’’ ujarnya.(arz)