MATARAM, LOMBOKTODAY.ID — Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Mirah Midadan Fahmid meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk bergerak cepat menangani kondisi kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah NTB.
Mirah Midadan menegaskan, bahwa lambatnya penetapan status tanggap darurat dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), berpotensi memperburuk dampak sosial maupun ekonomi yang kini tengah dirasakan masyarakat.
Seperti diketahui BPBD NTB mengungkapkan bahwa hingga kini pihaknya belum menetapkan SK Tanggap Darurat. Hal ini disebabkan masih menunggu laporan resmi dari kabupaten/kota terdampak. Padahal, bencana kekeringan sudah dirasakan hampir di seluruh wilayah NTB, terkecuali Kota Mataram.
Beberapa daerah bahkan masuk dalam kategori kekeringan ekstrem. Berdasarkan laporan BMKG, di Kabupaten Sumbawa, khususnya di Kecamatan Lape dan Rhee, hari tanpa hujan (HTH) telah mencapai 61 hingga 77 hari.
Menanggapi kondisi tersebut, Mirah Midadan menilai, keterlambatan dalam menerbitkan SK Tanggap Darurat dapat menghambat penyaluran bantuan serta intervensi anggaran yang seharusnya segera diberikan kepada masyarakat terdampak.
“Kekeringan adalah bencana yang dampaknya langsung dirasakan rakyat kecil, terutama mereka yang menggantungkan hidup pada pertanian dan peternakan. Jika menunggu terlalu lama, kerugian akan semakin besar. Pemerintah daerah (Pemda) harus lebih proaktif, jangan sampai rakyat dibiarkan menunggu,” tegasnya.
Mirah Midadan menambahkan, SK Tanggap Darurat tidak sekadar dokumen administratif, melainkan kunci agar dana Belanja Tidak Terduga (BTT) bisa segera digelontorkan.
Lebih jauh, Mirah Midadan menyoroti kondisi infrastruktur air di NTB yang masih minim, terutama di desa-desa yang tidak memiliki sumur bor, jaringan PDAM, maupun sumber air alternatif.
“Situasi ini memperlihatkan bahwa krisis air bukan hanya soal cuaca ekstrem, tapi juga soal lemahnya infrastruktur dasar. Pemerintah harus hadir dengan solusi jangka pendek, seperti distribusi air bersih, dan jangka panjang, seperti pembangunan jaringan air dan sumur bor di daerah rawan,” ungkapnya.
Selain itu, Mirah Midadan juga meminta BPBD bersama Pemprov NTB untuk meningkatkan koordinasi dengan kabupaten/kota agar segera menyampaikan laporan resmi. “Administrasi jangan sampai menjadi alasan keterlambatan. Jika memang kondisi sudah darurat, segera tetapkan. Jangan menunggu sampai masyarakat mengalami krisis yang lebih parah,” ucapnya.
Mirah Midadan menekankan pentingnya kerja sama multipihak dalam menghadapi bencana kekeringan. Menurutnya, selain pemerintah, sektor swasta, NGO, dan lembaga masyarakat juga harus dilibatkan. “Kekeringan bukan hanya persoalan pemerintah. Semua pihak harus ikut serta, baik dalam distribusi air, edukasi penghematan, maupun pembangunan sarana yang lebih berkelanjutan,” katanya.
Menutup pernyataannya, Mirah Midadan mengingatkan bahwa NTB merupakan wilayah dengan ketahanan air yang rentan. Oleh karena itu, perlu adanya strategi mitigasi permanen, bukan hanya reaktif ketika bencana sudah terjadi. “Jangan sampai setiap musim kemarau, rakyat NTB selalu dihadapkan pada krisis air bersih. Kita butuh rencana jangka panjang agar generasi mendatang tidak mewarisi masalah yang sama,” tutupnya.(arz)