MATARAM, LOMBOKTODAY.ID – Polda NTB telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan (SP2HP) terkait dugaan tindak pidana di bidang sumber daya air.
Langkah ini menyusul laporan yang dilayangkan oleh Kajian dan Advokasi Sosial serta Transparansi Anggaran (Kasta) NTB DPD Lombok Timur (Lotim) mengenai dugaan penyalahgunaan izin pemanfaatan air tanah oleh dua perusahaan di Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lotim.
SP2HP dengan nomor: B/168/IX/RES.5.2/2025/Ditreskrimsus, tertanggal 30 September 2025, ditujukan kepada pelapor, Masrur Rifki Hamdy di Selong, yang merupakan bagian dari tindak lanjut laporan polisi tanggal 17 September 2025. Surat tersebut secara resmi mengonfirmasi bahwa dugaan tindak pidana di bidang sumber daya air terkait kegiatan pertama pembuatan es balok di Kecamatan Pringgabaya, Lotim, telah diterima dan akan ditindaklanjuti.
Dalam surat tersebut, Polda NTB menegaskan, bahwa tindak lanjut kegiatan penyelidikan akan dilakukan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak laporan diterima, dengan kemungkinan perpanjangan jika diperlukan.
Untuk kepentingan pelapor, Polda NTB menunjuk AKP Abisatya Darma Wiryatmaja, S.Tr.K., S.I.K., selaku penyelidik, dan Kompol Khalid Shiddiq, S.I.K., S.H., M.M., selaku penyidik, untuk memudahkan komunikasi terkait proses penyelidikan.
Kasus yang dilaporkan oleh Kasta NTB DPD Lotim ini berpusat pada dua badan usaha, CV Fitrah dan CV Baura, yang diduga beroperasi dalam satu bangunan di Kayangan.
Ketua Kasta NTB DPD Lotim, Risdiana, S.H., M.H., menduga kuat bahwa aktivitas perusahaan tersebut tidak mengantongi Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah (SIPA). Menurutnya, Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dimiliki perusahaan bukanlah izin mutlak untuk eksploitasi sumber daya alam.
“NIB bukanlah izin mutlak untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ada izin teknis lain yang wajib dipenuhi, termasuk SIPA. Jika ini diabaikan, berarti ada penyalahgunaan,” tegas Risdiana.
Ancaman pidana dan dampak sosial jika terbukti bersalah, perusahaan tersebut berpotensi dijerat dengan Undang-Undang (UU) No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini memuat ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar bagi pelanggar.
Di luar aspek hukum, Risdiana juga menyoroti dampak serius yang dirasakan oleh warga sekitar. Pengambilan air tanah skala besar tanpa izin berisiko menurunkan debit air sumur warga, mempercepat intrusi air laut, dan secara umum menurunkan kualitas lingkungan hidup, mengancam hak dasar masyarakat atas air bersih.
Dengan terbitnya SP2HP ini, KASTA NTB kini menanti transparansi dan ketegasan aparat penegak hukum (APH) dalam menindaklanjuti kasus dugaan ilegal drilling air tanah ini, membuktikan bahwa aturan lingkungan tidak dapat dikompromikan demi kepentingan bisnis.(eef/ltn)