MATARAM, LOMBOKTODAY.ID — Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram kembali menetapkan dan menahan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang untuk masyarakat di Dinas Sosial Kabupaten Lombok Barat (Dinsos Lobar) Tahun Anggaran 2024.
Tersangka berinisial H. MZ, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di lingkungan Pemkab Lobar, resmi ditahan dan dititipkan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar.
Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka M.W melalui keterangan resminya menjelaskan, bahwa penahanan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan atas program “Belanja Barang untuk Dijual/Diserahkan kepada Masyarakat” yang dianggarkan sebesar Rp22,26 miliar. Program tersebut mencakup 143 kegiatan, di mana 100 di antaranya merupakan usulan pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD Lobar.
Penyidik menyoroti 10 paket kegiatan Pokir dengan nilai pagu mencapai Rp2 miliar, yang tersebar di Bidang Pemberdayaan Sosial (8 paket) dan Bidang Rehabilitasi Sosial (2 paket). Dalam pelaksanaannya, ditemukan sejumlah pelanggaran yang mengarah pada praktik korupsi.
H. MZ bersama tersangka lainnya, Hj DD (oknum pejabat), AZ (anggota DPRD Lobar), dan R (swasta), diduga; menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tanpa melakukan survei pasar, hanya mengacu pada ketersediaan anggaran dan Standar Satuan Harga (SSH) 2023, sehingga terjadi mark-up harga.
Selain itu, mengatur pemenang tender secara langsung bersama AZ dengan menunjuk penyedia tertentu, yakni R tidak melakukan pengawasan dan pengendalian kontrak, yang menyebabkan pekerjaan tidak sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK). Menyetujui pembayaran kepada penyedia yang tidak melaksanakan pekerjaan, yang mengakibatkan kerugian negara.
Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari Inspektorat Kabupaten Lombok Barat mencatat kerugian negara mencapai Rp1.775.932.500 akibat praktik mark-up dan belanja fiktif tersebut. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 12 UU Tipikor.
Ivan Jaka menegaskan, komitmennya untuk menuntaskan pengusutan kasus ini hingga ke akar-akarnya, sebagai bagian dari upaya menjaga integritas dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.(ham)
















